Langsung ke konten utama

Ayo Bersama Kita Hapus Kekerasan Pada Anak

Ayo Bersama Kita Hapus Kekerasan Pada Anak -- Kekerasan pada anak kerap terjadi, dan banyak hal yang memungkinkan menjadi sumber penyebabnya. Misalnya adalah lingkungan tempat tinggal, atau tradisi "kesenioritasan" di sekolah. Mereka yang menjadi korban ada berani angkat suara, tetapi ada pula yang tidak berani bercerita, karena bingung hendak menceritakannya kepada siapa. 


Hal di atas memberikan dampak negatif untuk perkembangan si anak dan generasi selanjutnya, sehingga terbentuklah mata rantai kekerasan pada anak yang tidak pernah putus.




Tergerak atas hal tersebut dibentuklah sebuah aliansi yang saat ini telah berjumlah 27 anggota yang terdiri dari organisasi non pemerintah yaitu Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA).


Dokumentasi Fenni Bungsu


Brosur Aliansi PKTA - Dokumentasi Fenni Bungsu


Peluncuran buku yang diterbitkan aliansi PKTA ini sebagai tanda bahwa aliansi yang berjumlah 27 anggita ini memiliki peran beberapa diantaranya adalah untuk memfasilitasi suara anak yang yang mengalami kekerasan agar dapat ditanggapi oleh pemangku kepentingan, dan mengarusutamakan penghapusan kekerasan terhadap anak dalam semua sektor dan kegiatan terkait.


[Baca Juga: Belajar Bahasa Inggris bareng Neo Study App]

Rebeka Haning - Dokumentasi Fenni Bungsu


"Aliansi PKTA ini mendukung Indonesia bebas kekerasan," ujar Rebeka Haning selaku panitia acara dalam penyampaian laporan acara tersebut.

Zubedy Koteng saat menyampaikan sambutan acara - Dokumentasi Fenni Bungsu



Sejalan dengan hal itu Zubedy Koteng selaku Ketua Presidium Aliansi PKTA dalam sambutannya menyampaikan, di tahun lalu Aliansi PKTA memulai dengan 16 anggota yang sudah secara langsung bergerak untuk berupaya penghapusan kekerasan pada anak.  

Ibu Yohana Yembise - Dokumentasi Fenni Bungsu


"Saya sangat senang dengan diluncurkannya aliansi PKTA. Aliansi bersama pemerintah sama-sama memperhatikan keluarga," Key Note Speech dari Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 


Beliau pun menuturkan bahwa negara kuat karena keluarga kuat, Indonesia kuat itu tergantung dari keluarga. Wajar saja bila dalam berbagai konferensi yang diadakan di luar negeri bahasan mengenai "Family and Children" menjadi perhatian utama. Anak-anaklah nantinya yang akan membuat perubahan atau agent of change dari sebuah bangsa. Jangan biarkan anak-anak menderita bila di dalam keluarganya terjadi hal-hal yang tidak baik. Sebab dapat memberikan dampak besar bagi mental dan psikis si anak.


"Kita punya komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan pada anak, karena target kita tahun 2030 bebas kekerasan anak," pungkasnya. 

Pemberian buku Stop Kekerasan Terhadap Anak dari pihak Aliansi PKTA kepada Pemerintah - Dok. Fenni Bungsu




Pada kesempatan tersebut, disampaikan pula opini dari masing-masing narasumber yang dikemas dalam acara talkshow, yang dimoderatori oleh Aryo Wahab, publik figure. Acara jadi segar, meski ayah dari tiga anak itu nggak nyanyi bareng The Dance Company. Cieea.. 

Aryo Wahab - Dok. Fenni Bungsu



Tampil sebagai pembicara pertama, Ibu Lenny N Rosalin dari Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan bahwa upaya sebagai pelopor negara yang bebas kekerasan anak menjadi Indonesia layak anak sebenarnya cukup berat, karena harus kerja bersama "upaya keroyokan" dari semua pihak dengan strateginya yaitu anak-anak, keluarga sebagai pengasuh yang utama dan pertama bagi anak-anak, sekolah ramah anak, lingkungan, dan dimensi wilayah. 

“Kalau kita melihat 17 tujuan pada SDGs (perkembangan berkelanjutan), sebenarnya 13 tujuan sangat relevan dengan anak-anak," ujar Woro Srihastuti Sulistyaning, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga. "Upaya keroyokan yang dikatakan oleh Ibu Lenny memang semua harus terlibat berkolaborasi."


Nah, anak-anak boleh dikatakan cukup lama berada di rumah dan di sekolah. Saat di rumah, orangtua dapat memerhatikan anak-anak mereka misalnya dengan bermain atau mengantarkan ke sekolah. Ketika anak-anak belajar di sekolah, maka pihak sekolah memiliki peranan yang juga kuat dalam membentuk karakter anak. Sayangnya, dalam memenuhi target tahun 2030 bebas kekerasan anak, masih ditemukannya kendala, terutama di sekolah.

“Kendala yang dihadapi sekolah terhadap kekerasan anak-anak adalah sulitnya mengubah mindset dari pihak sekolah bahwa anak-anak yang berperilaku negatif adalah dengan diberi hukuman. Untuk mengubah mindset tersebut dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan," terang Subagyo, Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kota Semarang Fasilitator Disiplin Positif dan Pencegahan Bullying. "Seharusnya dicari akar permasalahannya apa, bukan diberi hukuman," jelasnya.

Ibu Yohana bersama anggota Aliansi PKTA - Dok. Fenni Bungsu


Perwakilan Aliansi PKTA, Laura Hukom turut menyampaikan bahwa untuk meminimalisir kekerasan di sekolah adalah dengan kebaikan. Karena bila kekerasan dilawan dengan kekerasan maka akan terjadi perpecahan. Oleh karena itu, seluruh pihak sekolah diharapkan peka dan terlibat melihat apa-apa yang terjadi pada anak-anak.

“Sebab anak tidak bisa menentukan jalan atau nasibnya sendiri, maka diperlukan bimbingan dari keluarga dan sekolah," kata Ketua Forum Anak Jakarta, Dimas Irfan Shaugi. 

Ratna Budiarti, Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta menceritakan pengalamannya mengubah sekolah tersebut menjadi sekolah ramah anak. Dimana sebelumnya, sekolah tersebut adalah sekolah yang tidak ramah anak karena adanya tawuran, dan senioritasan. Upaya beliau melalui memutus mata rantai kesenioritasan yang dianggap tradisi, adalah sukses, yaitu dengan menggandeng semua pihak seperti pihak sekolah, orangtua, alumni-alumni SMAN 3 Jakarta, dan Gerakan Nasional Anti Bullying.

"Jadi, marilah kita menjaga semua anak Indonesia, anak kita." Tutup Dimas.

Kiri ke kanan : Subagyo - Aryo Wahab - Woro Srihastuti Sulistyaning - Laura Hokum - Lenny N Rosalin - Ratna Budiarti - Dimas Irfan Shaugi

Meski ini artikel pertama saya yang mengarah ke arah parenting, dan secara juga belum berkeluarga, tapi dengan artikel ini, saya pun mengajak pembaca, Ayo Bersama Kita Hapus Kekerasan Pada Anak. Sebab anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Bilamana generasinya tidak baik, maka entah seperti bangsa tersebut jadinya. Sebaliknya, jika generasinya adalah baik, maka tentu kedamaian dan kemakmuran bangsa bisa dicapai. 


Oleh sebabnya, peran serta semua pihak baik itu si anak, keluarga di rumah, pihak sekolah, lingkungan, pemerintah, dan ditambah dengan aliansi maupun forum organisasi anak tentu target tahun 2030 anak-anak bebas dari kekerasan bukanlah sebuah harapan saja. Namun menjadi kenyataan demi kemajuan peradaban bangsa. 

Komentar

Okapi note mengatakan…
jadi inget kasus kemarin pasca pengeboman yang melibatkan anak kecil. ironi banget. bagi saya itu jg termasuk kekerasan apalagi melakukan tindak teroris yang melibatkan anak. Saya sangat mendukung gerakan ini dan harus lebih banyak sosialisasi anti kekerasan terhadap anak untuk masyarakat.
Okti Li mengatakan…
Setuju dengan program "Family and Children" menjadi perhatian utama dalam setiap even. Karena dari keluarga dan anak semua bermula, semua berkaitan dan saling melengkapi. Kalau buruk salah satunya akan merembet kepada yang lain...
Fenni Bungsu mengatakan…
Setuju kak, dengan banyak sosialisasi di masyarakat tentu bakalan perhatian lagi kepada anak-anak
cici desri mengatakan…
luar biasa ya mba kegiatannya sangat bermanfaat tapi really utk mengubah stigma masyarakat termasuk lingkungan sekolah dengan hal baru itu sulit sekali mba, aku sndri pernah mengalaminya, bahkan masukan dari orang baru kerap kali dianggap menyalahi aturan. syedih.
Fenni Bungsu mengatakan…
He em Teh, karena dari keluarga lah dimulainya pembelajaran yah
Nurul Rahma mengatakan…
Darurat bgt ini mbaaa... Apalagi di Surabaya kemarin, ada ortu yg tega ajak 4 buah hatinya utk ikut ngebom duh
Kindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com

Neng Hujan mengatakan…
Terkadang, kita sebagai orang dewasa selalu menyalahkan anak ketika ia tumbuh besar menjadi anak yang keras, galak, tukang bully dan lain sebagainya. padahal justru bisa jadi ia menjadi seperti itu karena contoh yang kita berikan secara tidak langsung kepadanya. Misalnya, seorang anak tukang bully, langsung dihujat habis-habisan oleh lingkungan, tanpa pernah peduli mengapa ia menjadi tk bully seperti itu? biasanya, anak yang suka membully di sekolah justru di rumahnya adalah seorang anak yang tertekan. hiks...
Gita Siwi mengatakan…
Hati-hati juga kekerasan pada anak kadang tanpa sadar dilakukan orang-orang terdekat. Bentakan, makian ini juga abuse. Tetaplah selaku ada acara2 seperti ini karena menjadi acuan juga buat orang tua terutama
Amanda Desty Yunistyani mengatakan…
acaranya bermanfaat sekali ya mbak.
beneer.. peran serta smua pihak juga penting agar anak2 ga makin banyak jadi korban kekerasan
Amallia Sarah mengatakan…
Setuju banget aku sama kampanye ini mbak. Semoga kekerasan pada anak semakin berkurang ya nbak
April Hamsa mengatakan…
Selalu sedih kalau ada berita kekerasan pada anak. Malah pelakunya lbh sering org terdekat :(
Seneng ada acara kyk gini. Artinya kan ada usaha utk menggarap serius ttg hal2 semacam ini. Supaya enggak ada lagi anak2 Indonesia yg dijahati :(
Nanik Nara mengatakan…
Mirisnya kekerasan terhadap anak banyak dilakukan oleh orang dekat. Semoga keberadaan aliansi ini dapat memberikan edukasi bagi masyarakat pentingnya menjaga anak-anak
idfipancani mengatakan…

Waaaa tumben Aryo jadi moderator :) Btw, yuk mari stop mencemooh, memarginalkan, kekerasan dan bully membully pada anak. Tanamkan budaya saling sayang, saling asuh, saling menyemangati satu sama lain.
Zata mengatakan…
wah aku baru tahu soal PKTA ini, makasih ya infonya mba Fenni, lengkap bangettt..
Ekalagi mengatakan…
Setuju, Mak. Kalau bukan kita yang berperan aktif menjaga anak-anak kita, siapa lagi?
Irawati Hamid mengatakan…
sedih banget yaa Mba saat mengetahui masih saja ada yang melakukan kekerasan pada anak :(
semoga kita semua bisa menahan diri agar tidak melakukan kekerasan pada anak-anak kita, amiiin
Nia K. Haryanto mengatakan…
Duh, baca tulisan kayak gini selalu bikin sedih. Selain masih banyak liat kekerasan pada anak, juga aku kadang melakukannya. Meski cuma sebatas membentak, atau mukul tanggannya. Semoga anak-anak di mana pun berada, bisa bebas dari kekerasan. :'(
Fenni Bungsu mengatakan…
Nah itu, saya pun merasakannya mbak.. Mindset positif perlu banget
Fenni Bungsu mengatakan…
He em, semua berasal dari keluarga di rumah, karena pendidikan yang pertama
Fenni Bungsu mengatakan…
Semoga jadi banyak yang waspada dan berubah sikap terhadap anak-anak yah mbak
Fenni Bungsu mengatakan…
Setuju, semua pihak berperan serta agar nggak ada lagi anak-anak yang menderita
Fenni Bungsu mengatakan…
Aamiin, untuk doanya mbak Nanik
Fenni Bungsu mengatakan…
Setuju Kak Idfi
Fenni Bungsu mengatakan…
Aamiin, untuk doanya mbak Irawati
Fenni Bungsu mengatakan…
Aamiin, semoga anak-anak di dunia nggak ada lagi yang menderita
Riyardiarisman mengatakan…
Membatasi kesenangan anak dalam bermain juga bisa dibilang 'kekerasan pada anak' loh menurut saya, karena mmg masa mereka adalah bermain, proses di mana pembentukan kebahagian part awal.

Kalau menurut mbaknya, gimna?
Ida Tahmidah mengatakan…
Wah jangan sampai deh kita melakukan kekerasan kepada anak ya... Terkadang orang tua suka tidak sadar melakukan hal itu juga ya...
kabar cendekia mengatakan…
Wah ada om ario wahab papa rock n roll.. Baiknya mmh berikan keleluasaan waktu mereka bermain sebelum tiba waktu mereka aqil baliq dan mulai berpikir serius.yg penting fun
Kania Safitri mengatakan…
Penting banget materinya, walaupun kadan secara tidak sadar aku sebagai orang tua lupa degan membentak jadi self reminder untuk tidak melakukan itu lagi.
Caroline Adenan mengatakan…
Aku juga setuju, bahwa kemajuan suatu bahwa berawal dr keberhasilan pendidikan dlm keluarga.
Kalau dr kecil aja udah ada kekerasan fisik, gmn nanti ia besarnya ya?
Marga Apsari mengatakan…
Kalau udah jadi orangtua, bersikap di rumah pun harus lebih hati-hati ya. Kalau kita kasar dikiiiitttt aja, bisa-bisa anak belajar nyontoh kita.
Fenni Bungsu mengatakan…
Yang penting saat bermain tetap dikawal
Fenni Bungsu mengatakan…
Nah itu dia mbak
Fenni Bungsu mengatakan…
Iya banget mbak, rumah jadi teladan pertama yah
Fenni Bungsu mengatakan…
Semoga bermanfaat artikelnya buat kita semua
Fenni Bungsu mengatakan…
Yang penting tetap diawasi yah Pak aan
Fenni Bungsu mengatakan…
Harus selalu kalem dan sabar yah Bunda
Fenni Bungsu mengatakan…
Semoga bermanfaat mbak Zata
Fenni Bungsu mengatakan…
Aamiin, semoga jangan ada lagi jangan hak yang menderita
Vita Pusvitasari mengatakan…
Aku pun gak setuju kekerasan pada anak, wah kalau ada yang bentak depan aku ke anaknya, pasti aku tegur, karena anak itu anugerah yang paling berharga, apalagi yang seperti kami menanti kehadiran anak 9tahun 5bulan ini, dan setiap progmil yang butuh dan besar juga kesabaran luar biasa
Fenni Bungsu mengatakan…
Semoga nggak ada lagi kekerasan pada anak yah, mbak.

Dan insyaAllah Mbak Vita dimudahkan hajatnya oleh Allah SWT, aamiin.
sri widiyastuti mengatakan…
saya juga turut mendukung gerakan ini, semoga semakin banyak yang sadar pentingnya menyetop kekerasan pada anak, agar anak anak bahagia dalam menikmati masa kanak kanaknya.
Bella Agmia mengatakan…
Sharingnya bermanfaat sekali mbak. Indonesia bebas kekerasan anak 2030 selain peran dr PKTA hal ini bisa dimulai dari keluarga dulu ya mba, seperti mengargai hak anak. 😊
Fenni Bungsu mengatakan…
Iya mbak, biar nggak ada lagi anak-anak yang menderita yah
Fenni Bungsu mengatakan…
He em, mbak, dimulai dari keluarga dulu
Sapa Dunia mengatakan…
Stop lekerasan terhadap anak, aku gemes sama org yg tega sama anak (apalagi anak kandung)
windhu mengatakan…
Semoga Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) bisa membuat anak terlindungi. Rumah dan Sekolah merupakan tempat anak yang terbaik. Setuju banget, mindset langsung menghukum anak saat berbuat kesalahan mesti dipertimbangkan dan kedepankan sabar.
FaniaSurya mengatakan…
Kekerasan pada anak tuh bener2 gak manusiawi apalagi sampe menyebabkan anak terluka atau meninggal.
Sadewi mengatakan…
setuju dengan kampanye ini karena anak seharusnya di sayang dan dilindungi bukan untuk di sakiti
Wian Hermawan mengatakan…
Setuju banget klo mata rantai kekerasan harus diputus dari sekarang. Tp harus disadari juga, kekerasan bukan hanya terhadap fisik, tapi lisan pun bisa jadi tindak kekerasan ketika itu membuat si anak terintimidasi.
Visya Al Biruni mengatakan…
Aku termasuk org yg concern di pendidikan anak dan excited segala dg gerakan PKTA ini. Semoga bs berjalan lancar setisp programnya dan pastinya bth dkungan dr masyarakat jg.

Well setuju banget sama Ibu Yo, semua berawal dari keluarga.
Maya Rumi mengatakan…
Mendukung 100 % aliansi PKTA dan semoga bisa tercapai targetnya di tahun 2030 indonesia bebas dari kekerasan pd anak-anak.
Fenni Bungsu mengatakan…
Aamiin yah mbak, semoga nggak ada lagi anak-anak yang mengalami kekerasan.
Fenni Bungsu mengatakan…
Iya, semoga nggak ada lagi anak-anak yang mengalami kekerasan yah mbak.
Fenni Bungsu mengatakan…
Iya mbak, oleh karena itu mata rantai pertama yang dicari lebih dulu.