Saatnya zero-kan sampah dimulai dari kawasan menggiring kita untuk sadar bahwa permasalahan sampah adalah hal yang krusial. Urgensinya sangat mendasar, karena dari generasi ke generasi terus berupaya mengatasi cara pengelolaan sampah agar tidak terjadi penumpukan bahkan menggunung di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Tragedi Leuwigajah pada tahun 2005 (kompas.com, 21/2/2011) dimana tumpukan sampah yang menggunung sejak puluhan tahun harus meluluhlantakkan jiwa-jiwa yang bernyawa yang memakan korban hingga 157 jiwa. Belum lagi kabar dalam seminggu terakhir ini (cilegon.bco.co.id, 3/2/2021) bahwa banyaknya sampah yang menumpuk di pantai dekat Pelabuhan Merak, disinyalir bahwa sampah tersebut adalah sisa sampah rumah tangga dari hulu sungai yang membawa sampah tersebut hingga ke laut.
Dari
dua kejadian di atas, permasalahan sampah ini bukanlah hal yang sepele seperti
mudahnya menepukkan kedua tangan yang cepat terdengar bunyinya. Namun perlu
ditelusuri apa saja yang perlu dibenahi agar kejadian serupa tidak kembali
terjadi baik di tempat tersebut maupun di wilayah lainnya. Oleh karena itu, melalui
Zero Waste Cities dapat mendobrak permasalahan
sampah dengan cara kompak pilah sampah dari kawasan.
Macam-macam Sampah yang Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
Sebelum berkenalan tentang Zero Waste Cities, sangat perlu untuk kita mengenal macam sampah, agar saat nanti pengelolaannya lebih tepat guna. Sebagaimana mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Makanya di dalam rumah kita sendiri pasti sering melihat sampah dari yang bentuknya sisa makanan, kulit buah, akar hingga batang sayuran, kulit bawang, bungkus plastik dan sebagainya. Macam-macam sampah yang diatur pengelolaannya di dalam undang-undang terdapat 3 jenis yaitu:
- Sampah spesifik dapat dicontohkan seperti puing bongkaran bangunan, sampah yang mengandung bahan beracun/berbahaya, sampah mengandung limbah berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, sampah yang timbul secara tidak periodik, dan sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.
- Sampah sejenis sampah rumah tangga, adalah sampah yang berasal dari kawasan industri, kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
- Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
Dengan pengenalan jenis sampah ini, langsung terpikirkan bahwa sampah rumah tangga memang paling banyak menghasilkan. Sebab kalau dihitung rata-ratanya mulai dari berapa jumlah anggota keluarga di dalam satu Kepala Keluarga. Dari tiap kepala keluarga kalikan dengan jumlah RT, lalu kalikan lagi dengan jumlah RW, kemudian kalikan lagi dengan jumlah kelurahan, kembali kalikan lagi dengan jumlah kecamatan, lanjut lagi kalikan dengan jumlah kotamadya/kabupaten, kalikan lagi dengan jumlah provinsi. Maka hasilnya, dapatkah membayangkan berapa totalnya jika tiap orang menghasilkan sampah, gaess?
[Baca Juga: Bumi Lestari Tanpa Deforestasi Hutan]
Dari
situlah banyak pelopor yang bergerak dalam mencari solusi bagaimana cara jitu pengelolaan
sampah ini. Sebab bila tidak dikelola dengan tepat, menggunungnya sampah tentu
tak terelakkan, sedangkan kita tahu bahwa efek dari sampah yang tidak dikelola
sepenuhnya akan berdampak pada:
- Pencemaran udara, tanah, dan air.
- Polusi laut.
- Longsor.
- Gangguan kesehatan, beberapa diantaranya seperti diare, disentri, penyakit kulit, dan kolera.
Kendala Klasik tentang Permasalahan Sampah tapi Nyata
Selama
ini terbatasnya lahan penampungan sampah menjadikan cara dengan menumpuknya
tanpa mengolahnya bahkan dengan cara dibakar. Namun justru sampah yang dibakar
dan yang tertumpuk dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh. Padahal
tiap-tiap Provinsi pasti memiliki TPA untuk menampung sampah, hanya saja tak
dapat dipungkiri adanya kendala klasik tentang permasalahan sampah yang masih
belum ditemukan solusinya seperti:
- Jumlah volume sampah yang besar tidak sebanding dengan kapasitas penampungan sampah di TPA, sehingga tak pelak gunungan sampah tinggi dan ini menjadi berbahaya jika terjadi longsor terutama bila lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal warga.
- Kebiasaan tak kunjung berubah dengan membuang sampah sembarangan baik itu ke selokan atau membuangnya di kali/sungai. Bila dibiarkan lebih lanjut, maka pencemaran laut dapat terjadi.
- Mahalnya biaya pengangkutan sampah, belum lagi kendala jauhnya jarak saat sampah diangkut petugas dari rumah warga lalu ke TPS kemudian ke TPA menjadikan beban ongkos pengangkutan yang terbilang besar.
- Pengelolaan sampah di TPA belum penuh dilakukan, karena sampah yang tiba di TPA hanya tertumpuk sehingga mencari alternatif penanganan dengan cara dibakar.
Bila kita pikirkan dengan saksama, penumpukan sampah baik itu di TPS terlebih lagi di TPA akibat kurangnya pengelolaan yang tepat yang dimulai dari rumah kita sendiri. Mengapa? Sebab kalau diperhatikan isi di dalam bak sampah tercampur menjadi satu berisi sisa makanan, potongan kulit buah, batang sayuran, plastik bungkus kopi dan gula, kertas yang sudah penuh coret-coretan, kaleng botol minuman, kumpulan debu hasil menyapu di dalam rumah, daun-daun kering yang berguguran dan lain-lain. Padahal seharusnya sejak dari rumah telah memilah sampah sebelum di buang ke tempat sampah yang nantinya akan diangkut petugas.
Cara Kerja Program Zero Waste Cities
Hadirnya Zero Waste Cities (ZWC) memberikan gebrakan nyata agar pengelolaan sampah bisa tepat guna. ZWC sendiri adalah salah satu program yang diusung oleh YPBB (Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi), terinspirasi dari Mother Earth Foundation, di Filipina.
YPBB telah berdiri sejak tahun 1993, merupakan organisasi non profit yang concern terhadap lingkungan untuk mencapai kualitas hidup yang tinggi dan berkelanjutan dengan promosi dan mempraktekkan pola hidup selaras dengan alam.
Zero Waste yang diusung YPBB menitikberatkan pada pengelolaan sampah dari kawasan atau Kompak Pilah Sampah, yang artinya adalah dimulai dari rumah kita sendiri sampah-sampah telah dipilah lebih dulu. Berikut cara kerja program ZWC oleh YPBB:
1. Persiapan Kader ZWC
Menyiapkan kader untuk dibimbing menjadi petugas monitoring, dan Petugas Edukasi setempat.
2. Sosialisasi dan Edukasi ke Rumah Warga
Petugas monitoring ZWC datang ke rumah-rumah warga untuk mengedukasi tata cara pemilahan
sampah, dan mengabari bahwa akan datang petugas pengumpul sampah seminggu
kemudian atau sesuai dengan waktu yang sepakati. Di tahap ini, petugas ZWC
sekaligus memberikan tanda stiker di rumah warga tersebut, sebagai bagian
partisipan program ini.
3. Pemilahan Sampah oleh Warga
Warga telah menyiapkan dua atau 3 wadah penampungan, untuk diisi sampah yang
telah dipisah yaitu sampah sisa makanan (sampah lunak dan keras), sampah
lain-lain, dan sampah bekas diapers/tisu.
4. Pengakutan Sampah dari Rumah Warga
Petugas
pengumpul sampah didampingi petugas monitoring datang ke rumah warga untuk
mengambil sampah yang telah dipilah. Di sini petugas monitoring akan mencatatnya
melalui ponsel.
5. Kader ZWC Menuju Titik Kumpul
Selanjutnya para petugas menuju ke titik kumpul yang telah disepakati oleh RW setempat guna melakukan penimbangan sampah. Nantinya sampah-sampah tersebut akan dipilah secara teratur menjadi:
- Sampah organik: petugas akan mengolahnya secara mandiri menjadi kompos bila belum difasilitasi oleh pemerintah. Namun bila difasilitasi akan diangkut oleh pengangkutan organik ke TPS Organik. Nantinya pupuk tersebut akan dimanfaatkan kembali untuk tanaman warga.
- Sampah daur ulang: akan dijual kembali dan hasilnya untuk diberikan kepada pengumpul sampah sebagai penghasilan tambahan.
- Sampah residu: akan dibawa ke TPS.
Dorongan ZWC Demi Terciptanya Kolaborasi Semua Pihak
Program yang telah dimulai YPBB semenjak tahun 2016 ini, sangat mendorong semua pihak dapat terlibat terutama pemerintah. Tak dapat dipungkiri kendala di lapangan mungkin saja terjadi misalnya seperti: masyarakat yang enggan memilah sampah karena menganggap dapat menambah beban baru, atau RT/RW yang belum mau bergerak lebih dulu menjadi teladan bagi warganya. Oleh karenanya ZWC dapat mendorong tanggung jawab Pemerintah yang memiliki peranan penting untuk memberikan sosialisasi peraturan, serta sanksi pelanggaran dalam pengelolaan sampah.
[Baca Juga: Kuy Kita Bergandengan Bersama Membangun Daerah 3T]
Mengapa harus pemerintah? Sebab pemerintah memiliki andil yang sangat penting dalam mengatur warganya. Hal ini bisa dilakukan dengan:
- Penyebarluasan informasi yang informatif dan kekinian secara berkelanjutan hingga ke perangkat wilayah seperti RW/RT, seperti melalui media sosial, berita televisi, sehingga bisa disebarluaskan kepada para warga. Konsistensi di sini diperlukan, agar Kompak Pilah Sampah di kawasan bisa berhasil.
- Perizinan, karena izin dari Pemerintah merupakan bentuk dukungan yang diberikan agar sosialisasi program ZWC ini berjalan lancar dan berdampak positif untuk lingkungan hidup.
- Pemberian insentif kepada petugas pengumpul sampah maupun kader, sehingga dapat mendukung pekerjaan pengolahan sampah dan menyejahterakan kehidupan mereka.
- Pemberian apresiasi juga dapat dilakukan oleh Pemerintah kepada wilayah yang bisa menurunkan tonase sampah yang diangkut ke TPA dihitung dalam kurun waktu satu tahun misalnya. Ini tentunya berbeda dengan Penghargaan Adipura, karena Adipura menitikberatkan kepada kota yang bersih. Maka melalui apresiasi ini dapat memotivasi wilayah lain agar dapat mengelola sampah dengan tepat mulai dari kawasan.
Kita sudah memiliki regulasi induk pengelolaan sampah melalalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, yang perlu dikembangkan menjadi peraturan daerah dan disosialisasikan sebagaimana Kota Cimahi melalui Peraturan Daerah Kota Cimahi nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah. Dukungan tersebut menjadi pedoman agar Zero Waste Cities dapat dilaksanakan sebagai upaya pengelolaan sampah lebih baik lagi.
Kapan Saatnya Bergerak dan Berubah untuk Mengelola Sampah?
Saat ini Zero Waste Cities telah berkembang di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Denpasar yang bermitra dengan PPLH Bali, dan Kabupaten Gresik yang bermitra dengan Ecoton. Bila ditanyakan apakah ada efek positif dari program yang diusung YPBB ini? Alhamdulilah terlihat perubahan baik cukup sigfinikan yang salah satu contohnya adalah jumlah tonase sampah di Kota Cimahi, sebagaimana pada tabel di bawah ini.
Apa yang telah dilakukan Kota Cimahi menjadi inspirasi agar dukungan pemerintah setempat berkolaborasi dengan kesadaran masyarakat untuk mulai memilah sampah semenjak dari rumah sebelum diberikan ke pengumpul sampah. Hal ini juga menjadikan pelaksanaan pemilahan sampah sebagai suatu keharusan, sekaligus sebagai langkah mengurangi beban biaya operasional pengangkutan sampah, membantu para petugas yang mengangkut sampah sehingga tidak perlu lagi mengelompokkan jenis-jenis sampah, dan juga membantu generasi kita selanjutnya agar tidak lagi terkungkung dengan permasalahan gunungan sampah di TPA.
Kalau ditanya mau kapan mulainya, bukankah sesuatu yang baik bila disegerakan akan menghasilkan dampak yang positif? Oleh karenanya menurut hemat saya, apa yang telah dimulai dengan program Zero Waste Cities ini semoga dapat terus berkelanjutan tidak berhenti di tengah jalan, bahkan menjalar ke semua kota maupun kabupaten di Indonesia.
Memang tidak mudah untuk
memulai pengelolaan sampah dari kawasan. Namun bila Kompak Pilah Sampah ini dijalankan dengan konsisten, bukan tidak
mungkin permasalahan sampah dapat berangsur-angsur dibenahi, sehingga tidak
meninggalkan warisan untuk generasi berikutnya. Semoga program Zero Waste Cities ini juga dapat
terealisasi di semua wilayah di Indonesia. Dengan begitu dapat tercipta lingkungan asri bebas
penumpukan sampah yang berkesinambungan.
Sebagai penganut gaya hidup minimalis, saya setujuuu bgt dengan program ini.
BalasHapusKece khanmain! Semoga bisa menginspirasi lebih banyak orang ya.
Jadi kita bisa ber-zero waste
Koreksi sedikit Mbak Fenni, pemilahan sampah di rumah dibagi menjadi sampah basah (organic) dan sampah kering (anorganik) serta sampah popok
BalasHapusSebetulnya untuk memudahkan warga yang sering bingung membedakan sampah organik dan nonorganik
Semoga makin banyak daerah yang menerapkan program zero waste cities ini ya. Saya di rumah juga memilah-milah sampah, emang agak repot jadinya, apalagi tukang sampah yang ngambil ke rumah juga langsung mencampurkan aja dengan sampah lain dari para tetangga.
BalasHapusSalut ya Fen sama Cimahi yang berhasil menerapkan prinsip Zero Waste Cities, kota-kota lain ayo jangan mau kalah, belajarlah sama kota Cimahi
BalasHapusPemisahan dari jenis2 sampah pun hrs dimulai dan dilakukan dr rumah. Krn smpe saat ini, masih dicampur
BalasHapusProgram yang sangat inspiratif. Tapi betul bahwa program ini harus berkelanjutan dan ga berhenti di tengah jalan. Itu yang penting.
BalasHapusBelakangan lagi banyak dibahas tentang sampah medis bekas pasien covid. Hmm..jadi pingin tahu gerakan macam apa yang bisa dilakukan untuk kasus tersebut.
Urusan sampah ini memang tidak gampang dan tidak boleh digampangkan. Efek penanganan yang salah bisa berimbas ke kehidupan kita sehari-hari dan keterbelangsungan lingkungan yang sehat kedepannya.
BalasHapusSaya setuju banget nih dengan program zero-waste. Dan itu harus dipahami dan dilakukan mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Jika setiap keluarga mengikuti aturan yang ditetapkan tentang pengolahan sampah, program inipun akan berjalan dengan baik untuk yang scope besar.
Semoga semakin banyak kota yang bisa mengolah sampahnya, mengikuti jejak bebarap kota yang sudah menerapkan, biar tak penuh sampah di negeri kita ini
BalasHapusPermasalahan sampah ini seolah gak ada habisnya ya. Awal sampah memang berasal dari rumah tangga. Ini berarti masing-masing individu dari keluargalah yang harus ditanamkan sejak usia dini untuk disiplin tidak membuang sampah sembarangan.
BalasHapusSementara dari eksternal, sudah banyak lembaga atau organisasi yang peduli dengan masalah sampah ini, salah satunya adalah Yayasan Pengelolaan Biosains dan Bioteknologi yang telah berdiri sejak 1993.
Sangat membantu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan. Semoga saja program zero waste ini bisa juga diterapkan di seluruh wilayah Indonesia ya...
Urgent banget ya permasalahan sampah, karena setiap hari sampah bisa menumpuk berton-ton. Di daerahku sudah ada program pilah pilih sampah baik organik maupun anorganik buangnya dipisah. Namun belum semua bisa menerapkannya huuft.. harus lebih digalakkan lagi program zero wastenya keren nih
BalasHapusSedih bgt ternyata selama ini masih jadi penyumbang sampah terbesar ya.
BalasHapusButuh bgt ilmu tentang zero waste cities ini, karena masih banyak bgt masyarakat yg menganggap remeh sampah rumah tangga.
wuah parah banget ya kejadian di leuwigajah. jangan sampai kejadian lagi, apalagi di bantar gebang
BalasHapustapi di manapun kita, harus bisalah mengusahakan untuk zero waste
mungkin bisa bertahap: dimulai dari 1 hari dalam 1 minggu
Artikel ini bikin aku inget lagi hal yang dari dulu belum juga aku lakukan yaitu mengkategorikan sampah dan membedakan wadahnya itu. Harus banget nih segera dilakuin.
BalasHapusPermasalahan tentang sampah seperti ini memang benar-benar krusial sih ya mbak, intinya tetap kembali dari diri kita sendiri ya, dimulai dari hal hal kecil disekitar kita biar bisa meluas hingga ke masyarakat di Indonesia.
BalasHapusMemang harus kompak seRT misalnya, untuk melakukan pemilahan sampah. Sehingga, zero waste cities bukan impian kosong tapi bisa diwujudkan.
BalasHapusini Kita juga harus bisa memikirkan buat kedepannya karena dengan Zero sampai seperti ini lumayan membantu juga tentunya
BalasHapussetuju banget mbak
BalasHapusmemang pengolahan sampah yg paling baik adalah dgn memilahnya dulu
di tempat tinggalku blm ada program zwc ini mbak
padahal bagus ya klobsmua daerah sudah menerapkan zwc ini
tapi aku dirumah sudah memilah sampah dan mengolah nya sndr, lumayan bs kurangin sampah yg dibuang ke tps
Masalah sampah di Indonesia adalah masalah klasik dari dulu dan sampai sekarang terjadi ya, Mbak. sebabnya, masih kurangnya kesadaran masyarat. Dan keren ini gerakan Zero Waste Cities atau ZWC. Pastinya perlu sekali juga dukungan dari Masyarakat. Apalagi salah satu penyumbang besar sampah adalah sampah rumah tangga.
BalasHapusPenanganan sampah pake zero waste ini sangat tepat, harus disebarluaskan ini biar semua kebagian ilmunya
BalasHapusSebenarnya sih dari dulu aku juga sudah melakukan pemisahan sampah, namun di lingkungan rumahku belum ada program kayak gini.
BalasHapusTak mudah menumbuhkan kesadaran akan sampah ya. Bahkan ketika dari rumah, kantor, instansi, dll sudah dipilah pun, ternyata oleh petugas truk pengangkut sampah pun dicampur lagi jadi satu. Ironis.
BalasHapusTren berkebun di rumah yang marak selama pandemi ini setidaknya berkontribusi dalam pembuangan sampah. Sampah rumah tangga bisa diolah menjadi pupuk organik untk tanaman.
BalasHapusDidukung dengan hadirnya program zero waste ini, makin mantap pastinya. Semoga bisa diadopsi ke seluruh Indonesia.
Senang sekali YPBB membuat program ZWC dan mengedukasi banyak masyarakat. Semoga saja gerakan ini semakin banyak terdapat di semua kota ya kak. Biar kita bisa mengolah sendiri sampah kita menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sehingga pengurangan sampah yang masuk ke TPS semakin berkurang.
BalasHapusbagus nih program kya gini, dirumah ku kpn yah bs ngadain kya gini. jd lbh disiplin dan aware sama sampah sendiri
BalasHapusDukung banget program Zero Waste Cities seperti ini kalau perlu sampai semua propinsi juga melakukannya, setiap rt dibekali dengan tempat sampah yang berkategori pasti akan lebih baik
BalasHapusAku jadi ingat adegan buku Arom Karsa di Bantargebang, Kak, memang sampah ini problem laten di Indonesia. Tumpukan sampah di mana-mana seolah udah solusi karena sudah dibersihkan dari kota, padahal jadi masalah baru. Harusnya kayak gini, sebisa mungkin zero waste dari rumah, kami juga mulai mengurangi sampah dengan kurangii barang atau makanan. Atau mengolah kembali sampah organik. Semoga lewat tulisan ini, makin banyak yang tergerak buat mewujudkan Zero Waste Cities.
BalasHapusSampah jadi problematika yang tak berkesudahan, sudah wajarnya ada program yang fokus ke sini, semoga program zero waste ini bisa terlaksana dengan baik..mengatasi permasalahan yg ada
BalasHapusTumbuhan gunung sampah udah menyerupai gunung beneran mbak di TPA Bantar Gebang aku pernah lihat nih. Jadi memang kita harus memilah juga ya sampah mulai dari rumah masing-masing. Nah nanti truk sampah yang databng mudah2an gak mencampur semua ya
BalasHapussemenajak ada zero waste membantu sedikit demi sedikit tentang menjaga lingkungan agar bersih dan sekaligus mengajari kita bahwa sampah yang kita olah bisa menghasilkan pundi" rupiah. Menyalamatkan lingkungan, dan hidup akan hijau untuk generasi anak cucu di masa depan
BalasHapusMasalah sampah sepertinya selalu ada ya, terutama di kota besar. Setuju banget bahwa pilah sampah harus dilakukan dari rumah tangga. Agak berat utk menanamkan kesadaran ini, tapi kita harus mendisiplinkannya.
BalasHapusIni masalah klasik yang belum tuntas terselesaikan sampai sekarang. Program ZWC ini harus digalakkan di seluruh RT sih. Jangan sampai bencana banjir dan sungai kotor akan selalu menjadi masalah di masa mendatang.
BalasHapusSebelum memilah sampah memang baiknya meminimalisir sampah yang masuk kedalam rumah ya kak.
BalasHapusAku juga coba lebih melek dengan issue ini. Dimulai mengumpulkan kardus paket dan digunakan ulang. Terus lagi kalau sampah plastik dijual ke bank sampah
BalasHapusZero waste ini praktiknya emang agak terasa sedikit ribet yaaaa.. Tapi manfaatnya banyak banget niiihhhh. Akupun mulai nyoba misahin sampah plastik dirumah, pelan pelan semoga inshaaAllah bisa full zero waste nih nantiiii.. aamiin..
BalasHapusAh. Mudah-mudahan Zero Waste Cities bisa terwujud yah. Berkesinambungan mulai dari rumahtangga, pengumpul sampah, dan pemerintah.
BalasHapusSelama ini meskipun sudah dipilah, tetap saja dijadikan satu waktu diambil oleh bapak sampah. Jadinya kan mematahkan semangat.
Aku pernah melihat petugas sampah di Jepang via youtube. Mereka begitu bersih, truknya pun bersih sekali, ada pintu otomatisnya yang dapat membuka dan menutup. Para petugas sampah itu mengambil sampah sesuai dengan jenis sampah yang sudah dipilah2 oleh para pemilik sampah di masing2 runah tersebut. Benar2 kondisi yang ideal dan jauh jika dibandingkan dgn disini. Semoga suatu saat nanti di Indonesia juga bs spt ini ya. Petugas sampah pun berani untuk tidak mengambil sampah jika tidak dipilah-pilah dahulu oleh si empunya sampah. Andai masyarakat kita juga dapat menghargai para petugas sampah seperti itu dan merasa sampah adalah tanggung jawab pribadi serta pengelolaan sampah di TPA baik.
BalasHapusSampah yang dari barang-barang teknologi yan kemungkinan berbahaya nih ya, ada banyak sekali.
BalasHapusSaya jga suka bingung membuangnya. Contohnya hape yang rusak, itu mau dimusnahkanpun akan ada pusing puingnya ya
pengelolaan sampah dengan baik dan tersistematis dilakukan mulai dari rumah lalu dijalankan dengan baik hingga tingkat negara ya. pemilahan sampah juga gak kalah penting buat dijalani
BalasHapuswah ini bagus banget programnya, tapi sayangnya belum aktif di wilayahku. Semoga program zero waste ini bisa berlaku di semua wilayah ya
BalasHapusSaya suka heran deh sama pemerintah. Sudah tahu sampah di masyarakat kita ini volumenya tinggi, tapi kenapa tidak ada perluasan TPA, atau gerakan yg nyata terkait recicle sampah yang beneran bisa mengatasi semua masalah sampah kita ini
BalasHapusaku setuju sekali fenny perkara untuk menunjang itu semua, paling ga diperhatikan pula benefit/insentif yang diberikan untuk oetugas kebersihannya yang selalu berada di garda depan untuk kebersihan lingkungan. Dan kitapun sebagai ranah paling kecil dalam lingkup keluarga harus turut berkontribusi nyata dalam pengelolaan sampah rumah tangga kita. Pemisahan antara beberapa type sampah agaknya akan mengefektifkan proses pembusukan atau misal ada yang bisa direcycle maka akan bisa diproses dengan cepat ya...Menarik ulasannya 😍😄
BalasHapusAku udah lama bgt bijak dalam bersampah, sebisa mungkin meminimalisir sampah spt selalu bawa botol minum kmn2, pakai masker kain yg bisa dicuci, pakai goodiebag saat belanja, tapi beb ada 1 jenis sampah yg belum bisa aku kendalikan yaitu tisu, aku boros banget sama yg namanya tisu, pengen aku kurangin pemakaiannya tapi bener2 belum bisa.
BalasHapusKeren nih prinsip Zero waste Cities, tapi untuk mewujudkannya memang perlu waktu untuk adaptasi dan kemauan. Memulainya bisa dari mengurang bisa dari beli seperlunya aja. Baca ini jadi ingat video tentang sampah tekstil dari fast fashion hiks
BalasHapusMasalah sampah sepertinya dari tahun ke tahun gak pernah selesai, adanya program ini cukup menarik mengatasi masalah sampah. Semoga programnya bisa ditiru oleh kota-kota lain.
BalasHapusTema zero waste cities inj menarik banegt, akupun ikut webinarnya meski ngga jadu ikut lombanya. Bersyukur banget sudah mengenal konsep zero waste sejak 2017 meski praktiknya masihe slow move tapi insya Allah semoga konsisten
BalasHapusSampah rumah tangga ini jika bisa dipilah dengan benar pun sangat bermanfaat banget loh
BalasHapusAlhamdulillah, aku sudah memilah sampah sebelum dibuang. Pernah merasakan repit saat nggak ada petugas sampah karena petugasnya sakit dan tidak bisa angkut sampah beberapa hari. Jadi peran mereka itu penting bgt. Dan kita harus apresiasi ya mbak
BalasHapusJujur yah tantangan zero sampah di aku sendiri tuh suka sulit mengelolanya dan tidak ada tempat penampungan daur ulang yang ada didekat rumah. Jadi serba sulit. Tapi selalu terus berusaha.
BalasHapusZero waste ini masih jadi PR bgt ya buat kita. Sbg penyilumbang sampah rumah tangga, kita kudu belajar dan aplikasikan pilih pilah sampah nih.
BalasHapuskalo aja ya semua pihak bekerja sama menerapkan zero waste ini pasti lingkungan kita akan menjadi lebih sehat dan bersih ya Fen
BalasHapusPermasalahan sampah ini emg gak ada abisnya yah.. Kalo nggak diolah dampaknya bisa sampe anak cucu besok.. Kita bener2 harus mulai bijak dlm "menyampah" sehari2 agar gak berdampak buruk di kemudian hari..
BalasHapusUntuk mengurangi sampah memang perlu banget buat meminimalisir dari awal. Terutama untuk pemakaian pembungkus makanan. Harusnya ads promo untuk yang bawa tempat makan sendiri ya.
BalasHapusKarena memang urusan sampah bukan sekadar sial jangan dibuang sembarangan, ya. Melainkan juga pemikiran akan jadi seberapa banyak sampah yang kita hasilkan dan bagaimana pengaruhnya untuk bumi yang diamanahkan ke kita ini. Perlu upaya lebih memang, apalagi untuk memulai, kadang rasanya langkah agak berat karena memang belum terbiasa.
BalasHapus