Dalam hubungan sosial, baik itu melalui jaringan internet alias dunia maya, maupun bertatap muka secara langsung tindakan plagiarisme kerap kali terjadi. Terlebih dalam hal terkait bidang kreatif, pendidikan, maupun profesional, plafiarisme ini sering dianggap remeh. “Ah biasa itu mah!”
Padahal dengan “Pemakluman hal yang dianggap biasa” itu, justru makin membuka keran seseorang melakukan tindakan kurang baik itu. Bahkan bisa menular dan beranak pinak untuk ditiru, dengan dalih, “Yang itu saja tidak dihukum, kan?”
Oleh karena itu, kita akan kulik bareng tentang Apa itu Plagiarisme? Bagaimana Mencegah Plagiarisme? Mengapa Ada Tindakan Plagiarisme? Dan Bagaimana Bila Sudah Terjadi Plagiarisme? Berikut uraiannya.
Apa Itu Plagiarisme?
Definisi plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta. Sedangkan plagiat adalah pengambilan karangan (misalnya: pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan milik sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Kedua kata ini berdasarkan pengertian dari KBBI.
Bisa pula diartikan, sebagai tindakan mengklaim atau mencatut karya orang lain sebagai milik sendiri atau pencurian karya intelektual. Klaim karya ini bisa berbagai bentuk, entah itu teks/tulisan, ide, video, foto, dan karya lainnya (ilmiah atau karya seni) tanpa se-izin pemilik karya maupun pembayaran royalti.
Kalau kita telaah lebih dalam, tindakan plagiat ini tak hanya melanggar etika saja, tetapi bisa mengakibatkan si pelakunya mendapatkan sanksi hukum, sehingga dapat merusak nama baiknya sendiri.
Mengapa Ada Tindakan Plagiarisme?
Tindakan plagiarisme seringkali muncul karena berbagai faktor. Beberapa alasan yang bisa menjadi pemicunya adalah:
1. Kurangnya Pengetahuan
Memungkinkan siapa saja belum/tidak sepenuhnya memahami apa itu plagiarisme dan konsekuensinya. Bisa jadi, mereka tidak sadar bahwa menggunakan ide atau karya orang lain tanpa mencantumkan sumber adalah bentuk plagiarisme.
2. Tekanan untuk Berprestasi
Dalam bidang akademik atau profesional, acap kali ada tekanan besar untuk menghasilkan karya yang brilian dan tepat waktu. Istilahnya, karena dikejar deadline.
Akibatnya, seseorang mengambil jalur gerak cepat yang salah dan merasa bahwa plagiarisme adalah jalan pintas sebagai senjata terakhir untuk memenuhi tenggat waktu tersebut.
Apalagi kalau plagiatnya ini kepada karya yang dianggap keren, agar ikutan keren. Atau bisa pula terhadap karya yang biasa saja, nanti tinggal dipoles. Terlebih yang mengikuti lomba seperti menulis/blog. Please jangan ya Bu/Pak.. Di dunia saja antum bahagia, nanti di hari Hisab alias Penghitungan, apa kamu yakin masih bahagia?
3. Rasa Malas dalam Menyusun Karya Sendiri
Kebanyakan orang terlalu malas untuk melakukan penelitian atau menulis karya asli. Mereka lebih memilih untuk menyalin karya orang lain, karena dirasa lebih mudah, cepat, dan tanpa perlu berpikir.
4. Kesulitan dalam Mengutip dengan Tepat
Pernah lihat kutipan? Umumnya, ketika mengutip sumber, dibutuhkan perhatian detail dari kata-kata, tanda baca, dan hal lainnya (halaman, tanggal, dan sebagainya).
Namun, bagi yang tidak terbiasa atau tidak terlatih dalam menulis akademik, ini bisa menjadi tantangan sehingga tergoda untuk menyalin tanpa memberikan kredit yang sesuai.
Bagaimana Mencegah Plagiarisme?
Apakah plagiarisme bisa dicegah?
Bisa, dengan dimulai dari kesadaran diri dan pemahaman mengenai plagiat, dan cara menghindarinya sebagai berikut:
1. Gunakan Kutipan dengan Benar
Maksudnya adalah, saat menulis kutipan hormati hak cipta orang lain, dengan format kutipan langsung maupun tidak langsung, atau seperti:
- APA: penulisan nama belakang dan inisial pertama penulis, ditambah judul dalam huruf kapital, dan tidak ada titik setelah URL.
- MLA: penulisan nama belakang dan nama depan penulis, serta gelarnya (bila ada) dalam huruf kapital.
2. Tambahkan Sumber dengan Benar
Ketika mengutip atau menyontek karya orang lain, selalu tambahkan kredit yang layak kepada penulis atau kreator asli dari sumber yang digunakan. Baik itu kutipan, referensi, atau ide yang diambil dari karya orang lain. Jangan dibiarkan tanpa sumber, padahal jelas-jelas itu bukan karya sendiri.
Please jangan ya Kakak/Adik.. Di dunia saja antum bahagia, nanti di hari Hisab alias Penghitungan, apa kamu yakin masih bahagia?
3. Gunakan Alat Deteksi Plagiarisme
Untuk kamu pekerja konten kreatif, tentunya sudah familiar dengan alat deteksi plagiarisme yang banyak tersedia secara online. Kita dapat menggunakannya untuk memeriksa keaslian karya.
Terlebih nih, buat para bloger yang kerap mendapatkan job content placement alias CP, ada baiknya ceki-ceki lebih lanjut, apakah artikel yang telah disediakan tersebut bebas plagiat atau tidak.
4. Waspada dengan Parafrase
Mungkin ada yang pernah dengar, kalau mau mengutip hendaknya dibuat parafrase. Gak masalah sih dengan parafrase, terlebih ketika dipublikasikan juga masih terbilang aman dimata mbah mesin telusur.
Namun yang jadi persoalan, meski sudah diparafrase jangan dilewatkan mencantumkan sumbernya. Sebaiknya tetap mencantumkan sumbernya walau kata atau kalimatnya sudah berubah.
Bagaimana Bila Sudah Terjadi Plagiarisme?
Jika plagiarisme sudah terjadi, baik secara tidak sengaja atau sengaja, maka akui kesalahan tersebut dengan bertanggung jawab. Kemudian hubungi pihak terkait, agar mendapat jalan keluar bagaimana penyelesaian atau memperbaiki kesalahan tersebut.
Hubungi pihak terkait ini, maksudnya adalah semisal kamu sedang menempuh pendidikan maka yang dihubungi adalah guru atau dosen pembimbing. Sedangkan untuk pekerja kreatif, bisa kepada si pemilik karya. Selanjutnya, bersiap menghadapi segala konsekuensi yang ada dan belajar dari kesalahan tersebut untuk tak lagi mengulanginya.
Baca Juga: Bagaimana Menciptakan Lingkungan Sosial yang Kondusif?
Kesimpulan
Plagiarisme adalah tindakan tidak terpuji, karena merugikan pihak pemilik asli karya tersebut dan juga melukai diri sendiri.
Kok bisa melukai diri sendiri juga?
Setiap manusia yang terlahir ke dunia ini, pada dasarnya adalah dalam keadaan dan memiliki sifat yang baik. Sifat baik itu terpatri dalam jiwanya, tak akan sirna dan menjadi petunjuk ketika ada tindakan yang mengarah kepada hal negatif. Sehingga tatkala ia melakukan tindakan yang buruk seperti plagiarisme, sesungguhnya ia pun telah memberikan luka pada jiwanya yang baik itu.
Tidak akan merugi ketika menuliskan dari mana sumber karya yang diperoleh. Contoh ketika membuat konten tulisan, kan tinggal membubuhkan sumbernya misalnya dari blog fennibungsu.com (sekalian backlink, hehe) atau sumber fotonya dari #SemangatCiee (promosi hestek cakep euy siapa tahu lupa😆).
Yuk, hadirkan lingkungan yang produktif, dengan menghargai karya orang lain secara bijak, serta menghargai diri sendiri dengan percaya akan kemampuan diri untuk berkarya lebih jujur dan beradab. Semangat melahirkan karya-karya yang bermanfaat tanpa plagiarisme.
43 komentar
Jadi bila hati nurani sudah berbicara, maka seseorang tidak akan melakukanplagiat lagi, dan memilih untuk merintis dari bawah sebagai penulis yang nanti akan bangga dengan karyanya sendiri.
Jadi bila hati nurani sudah berbicara, maka seseorang tidak akan melakukanplagiat lagi, dan memilih untuk merintis dari bawah sebagai penulis yang nanti akan bangga dengan karyanya sendiri.
Bahkan meski diparafrase, ada kemungkinan msh terjadi duplikasi/plagiarisme sih. Mknya tuh lebih baik ya bikin konten secara original aja. Kan itu pemikiran kita. Sejelek apapun konten yg kita bikin kan lbh baik original. Drpd konten bagus tp hasil comot konten org?
Hanya saja, kalau di dunia blog, aku pernah dijawab gini sama temen yang jelas-jelas copas "Itu kan informasi umum."
Key, faiin.. jadi selalu ada pembenaran dibalik sebuah tindakan.
Ironisnya lagiiii, mereka yang harusnya memerangi plagiat (ya para dosen/penulis) malah menjadi pelakunya. Ya ampun ini yang sedih banget. Macam anak sekolah disuruh bikin PR tapi ambil di internet. Ngeri :(
Apalagi, di tengah berondongan AI serta konten2 pendek audio visual, duuhhh kayaknya makin banyak manusia yg ogah nulis dengan buah pikirnya sendiri ya.
Cuma ngerinya kalo sekarang tuh, plagiarisme sulit dilacak sebab sudah menggunakan AI. Padahal ya, ketika karya-karya kita dijadikan bahan untuk training AI, sesungguhnya itu sudah bentuk plagiarisme dan pelanggaran hak intelektual.
apalagi semenjak ada chatgpt
wah makin males ga sih org2 buat karya original
Apapun alasannya, tindakan plagiarisme ini memang harus dihindari, yaa ...
Memang kalau gak tau tuh suka jadi kena jebakan sendiri.
Lebih baik menulis sendiri karena pasti tau dan paham kalimat per-kalimat yang ditulis sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Tapi mau tulisan apapun, formal atau tidak, ttp aja harus diksh tahu semisal tulisan kita ada mengambil info dari mana.
Ini reminder juga buatku, yg mungkin ga sadar ambil info dari Wikipedia ttg sejarah suatu tempat. Atau dimana pun juga lah.
Keselnya lagi, pas komplen ke portal tersebut, nggak ditanggapi... Ini bikin aku sempat mogok nulis di blog setahun... hahaha...
Kembali lagi pada jadi diri pribadi itu, jika dia tahu bahwa apapun bukan hak tidak bisa diakui, dan memiliki hati yang mengerti bahwa karya itu sangat penting dihargai, sekecil apapun itu.
Jika itu sudah dimiliki, sepertinya persoalan plagiarisme akan bisa teratasi dengan baik.
Kalau untuk kutipan memang bisa aja tertulis sama di naskah, tapi nggak lupa untuk menulis sumbernya, ini penting banget
Plagiarisme sebisa mungkin kita hindari, apalagi kalau kita bekerja dibidang kreatif, terutama writing. Sekarang toolsnya udah makin canggih, tinggal copas beberapa teks, udah muncul resultnya.
aku juga pernah nulis artikel, dan malah skor plagiarismenya tinggi, padahal udah dimodifikasi sekian rupa. Dan akhirnya ubah lagi konsep terutama untuk pemakaian kata-kata
Padahal ini tidak bisa dibiarkan. Dia akan merasa nyaman dan akan terus melakukan plagiasme. Padahal tidak akan dia dapatkan apa-apa dari menjiplak karya orang lain, selain hanya pengakuan semu dan sesaat.
Memang sejahat itu kalau memang niat orangnya sudah gak benar pasti ada saja yang dilakukan buat plagiat