Pasar Lama, adalah nama yang tidak asing untuk didengar oleh siapa saja. Sama seperti halnya Pasar Baru yang familiar kita dengar. Hanya saja, saya belum pernah berkunjung ke Pasar Lama yang berada di bilangan Kota Tangerang. Berbeda dengan Pasar Baru yang lokasinya di Jakarta Pusat, saya pernah ke sini.
Nah, ketika jalan-jalan ke Pasar Lama Tangerang, mungkin belum semuanya saya eksplor lebih dalam alias baru beberapanya saja, seperti:
Stasiun Tangerang
Untuk menuju Pasar Lama Tangerang, saya menggunakan transportasi KRL Comutterline dari stasiun Klender Baru lalu transit di stasiun Duri, kemudian menuju Stasiun Tangerang.
Mungkin pembaca blog fennibungsu.com ada yang tidak menyadari bahwa stasiun kereta api paling akhir ini adalah salah satu cagar budaya di kawasan Pasar Lama Tangerang. Stasiun Tangerang ini, berdiri sejak tahun 1889.
Pada mulanya, kereta yang di sini digunakan untuk mengirim hasil pertanian dan perkebunan ke Jakarta (Duri). Namun, melalui Surat Keputusan Wali Kota Nomor 430/Kep.337-Disporbudpar/2011, 25 Agustus 2011, stasiun yang mencatat perkembangan Kota Tangerang ini, ditetapkan sebagai cagar budaya.
Pabrik Kecap Siong Hin
Buat kamu penggemar kecap, tentunya nama kecap SH sudah sangat familiar didengar. Lo Tjit Siong mendirikan Kecap SH pada tahun 1920 yang dikenal sebagai Kecap Siong Hin.
Hanya ada satu pabrik di daerah Pasar Lama Tangerang ini, dan beroperasinya setiap hari Senin hingga Sabtu. Untuk rasa kecap SH, terasa ada rasa rempah-rempahnya, sehingga terasa gurih. Warnanya adalah hitam dan tidak pekat. Tipe kecap SH ini terdiri dari kecap manis dan juga kecap asin.
Kecap Benteng Tulen
Di dekat rumah produksi kecap SH, ada kecap yang lebih terkenal lagi yaitu Kecap Benteng Tulen Istana, yang dibuat sejak tahun 1882.
Nama kecap ini disebut juga dengan Kecap Teng Giok Sen, dengan teksturnya lebih pekat dan kental daripada kecap SH. Selain itu, kemasannya dalam bentuk botol kaca besar, karena memang target pasarnya adalah untuk tempat makan besar atau restoran.
Masjid Tertua di Tangerang: Jami Kalipasir
Masjid Jami Kalipasir merupakan masjid tertua di Tangerang yang letaknya berada di sebelah timur bantaran Sungai Cisadane dan dibangun pada tahun 1576.
Di halaman masjid terdapat makam orang-orang penting dari masanya, termasuk makam istri Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Nyi Raden Uria Negara.
Melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2010 dan Peraturan Daerah nomor 3 Tahun 2018, makam dan tempat ibadah untuk umat muslim ini ditetapkan sebagai cagar budaya.
Toapekong Air atau Prasasti Tangga Jamban
Jelajah ke seberang dari masjid tertua di kota Tangerang, kita akan menemukan plang bertuliskan Toapekong Air atau disebut juga Prasasti Tangga Jamban.
Tempat ini pada awalnya digunakan untuk aktivitas MCK (mandi, cuci, dan kakus), tetapi kemudian beralih menjadi dermaga Peh Cun. Dan hingga kini, menjadi lokasi Festival Perahu Naga Peh Cun. Nama festival ini berasal dari kata "peh", yang berarti mendayung, dan "cun" adalah kapal atau perahu.
Pada tahun 1910, Festival Perahu Naga Peh Cun diadakan oleh Boen Tek Bio setiap tanggal 5 bulan lima penanggalan Imlek, dan berlangsung pada hari Sabtu atau Minggu. Tahun ini berlangsung pada tanggal 31 Mei 2025 lalu. Tradisi lainnya di sini adalah mendirikan telur di siang hari dan menangkap 100 bebek di Sungai (yang dilepas ke tengah Sungai).
Rumah Burung (Roemboer)
Roemboer juga dikenal sebagai rumah burung, dulunya adalah rumah tinggal pada tahun 1800-an, tetapi pada tahun 1970-an diubah menjadi sarang burung wallet.
Pak Udaya Halim kemudian membeli properti itu pada tahun 2013. Sempat dibuka untuk umum pada tahun 2015 dengan memiliki mini museum dan restoran di dalamnya. Namun, ketika pandemi datang menyerang, kembali ditutup hingga saat ini (artikel ini ditulis).
Rumah OKT
Tempat berikutnya dalam perjalanan ke area Pasar Lama Tangerang, adalah ke Rumah OKT. Posisinya persis berhadapan dengan Roemboer yaitu terdapat rumah seorang penerjemah cerita silat atau cersil.
Dia adalah Oey Kim Tiang, yang lahir tahun 1903 dan meninggal pada tahun 1995. Oey Kim Tiang adalah penerjemah cerita silat (cersil) dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia, salah satu terjemahannya adalah cerita silat Kho Ping Hoo.
Klenteng Boen Tek Bio
Perjalanan berlanjut ke Klenteng Boen Tek Bio yang perkiraan pembangunannya pada tahun 1684. Klenteng ini dibangun untuk menghormati Dewi Kwan Im dan tetap terbuka sepanjang hari sebagai pusat budaya dan spiritual Tionghoa.
Di sini terdapat artefak-artefak bersejarah di kelenteng tertua di kota Tangerang ini, misalnya saja ada singa batu granit tahun 1827, lonceng tahun 1835, tempat pembakaran tahun 1910, dan tempat dupa tahun 1839.
Museum Benteng Heritage
Siapa sangka ada museum di kawasan Pasar Lama Tangerang, yaitu museum Benteng Heritage. Museum ini, yang diperkirakan dibangun pada abad ke-17 dan mendapat rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) pada tahun 2012.
Bangunan museumnya masih terjaga keasliannya. Di sini terdapat barang-barang bersejarah seperti fonograf, artefak yang bercerita tentang armada Laksamana Cheng Ho, timbangan, botol kecap SH dan kecap benteng Teng Giok Sen, serta yang unik adalah sepatu wanita Tionghoa yang berukuran kecil.
Baca Juga: Daftar Wisata yang Nyaman untuk Keluarga
Penutup
Kalau melihat informasi di internet, sebenarnya masih banyak lagi bangunan bersejarah dan yang menjadi cagar budaya di area Pasar Lama Tangerang. Ya, pankapan bisa deh mampir lagi ke sana, untuk jelajah lagi biar sekalian menyusuri kulinernya juga.
Baca juga: Pengalaman Berkunjung ke Kantor Kedutaan Besar Mesir
Eh iya, kalau kamu sudah pernah mengunjungi Pasar Lama Tangerang, boleh banget nih kasih rekomendasi ke spot mana, siapa tahu jadi lokasi asik buat saya datangi berikutnya.
Posting Komentar