Ketika cuaca panas, seseorang akan mencari perlindungan dengan menggunakan topi, payung, kacamata hitam, sunblock atau berada dibawah naungan atap rumah. Lalu saat hujan turun, seseorang pun akan melindungi tubuhnya agar tidak basah dengan payung, jas hujan, atau berada di dalam rumah saja. Lalu bagaimana dengan finansialnya, apakah ia juga bisa melindungi data pribadi keuangan dari ancaman luar? Rumah seperti apa yang dapat melindungi dirinya sebagai konsumen dari bahaya penipuan?
Konsumen sebagai Pelaku Keuangan
Konsumen, adalah pelaku yang mengonsumsi atau menggunakan sesuatu. Dalam hal keuangan, konsumen berarti pelaku keuangan atau nasabah dari suatu lembaga finansial baik itu keuangan konvensional maupun layanan keuangan digital. Ia menabung, melakukan transaksi pembayaran, berinvestasi maupun kegiatana keuangan lainnya.
Dalam ranah digital, ia dapat melakukan transaksinya secara non tunai dengan bermodalkan jaringan internet dan gadget (ponsel, tablet ataupun laptop). Mereka bisa bertransaksi dengan cara mobile banking, pemanfaatan kartu debit dan kartu kredit, serta QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
Kejahatan Siber yang Mengintai Pelaku Keuangan
Isu kejahatan siber menjadi polemik hingga saat ini. Perlunya kewaspadaan dari konsumen selaku pelaku keuangan dengan cara mengenali kejahatan siber maupun soceng (social engineering), yang jenis-jenisnya yaitu:
1. Scammer
“Selamat Anda mendapat hadiah senilai 5M. Silakan hubungi nomor berikut untuk klaim hadiah dan kirimkan data berupa nomor KTP, Pin ATM, OTP, dan alamat lengkap”.
Modus kejahatan scammer dengan mengirimkan sebuah pesan seperti di atas, dikirimkan melalui chat ke SMS, email maupun whatsapp. Korban akan mendapat tindakan manipulatif, karena diminta untuk memberikan informasi pribadi, sehingga akan dengan mudah pelaku kejahatan mengambil alih akun keuangan karena sudah mengetahui data pribadi korban.
2. Phishing
“Anda otomatis memenangkan hadiah mobil. Untuk informasi lebih lanjut, silakan klik tautan berikut -> link apk”.
Phishing akan memaksa korbannya untuk klik tautan yang dikirimkan oleh pelaku kejahatan. Tautan itu akan memudahkan si pelaku kejahatan mengambil alih seluruh informasi data keuangan korban.
3. Pretexting
“Selamat siang, kami dari bank-bink-bunk ingin melakukan verifikasi data, silakan sebutkan data pribada Anda”.
Pretexting adalah social engineering yang dilakukan pelaku kejahatan, dengan cara mengarang cerita seperti mengaku sebagai lembaga keuangan yang ingin melakukan verifikasi data, sehingga korban akan mudah percaya begitu saja dan memberitahukan informasi pribadinya.
4. Scareware
“Maaf M-Banking Anda terserang virus. Silakan cepat bersihkan dengan mengunduh aplikasi Sabun Keuangan berikut”.
Hal di atas adalah contoh dari Scareware, yaitu social engineering yang menakut- nakuti korban dengan ancaman palsu, sehingga tanpa pikir panjang korban akan mengunduh aplikasi palsu yang direkomendasikan oleh si pelaku kejahatan.
Trik Perlindungan Diri dari Kejahatan Siber
Bila daun putri malu melindungi dirinya dengan cara mengatupkan daunnya, maka seseorang perlu lebih PEKA melindungi data pribadinya termasuk informasi keuangan dengan membentengi diri dari social engineering ini, yaitu:
1. Meningkatkan Literasi Keuangan
Tingkatkan literasi keuangan tidak hanya tentang bagaimana bertransaksi secara aman saja, tetapi sekaligus juga mengenali informasi lembaga keuangan tersebut, misalnya memastikan bahwa akun media sosial Bank Indonesia yang asli hanyalah:
Instagram: @bank_indonesia
Tiktok: @bank_indonesia
Twitter: @bank_indonesia
Facebook: BankIndonesiaOfficial
Youtube: BankIndonesiaChannel
website: bi.go.id
Perhatikan dari segi tanda baca, maupun huruf yang digunakan. Pasalnya, kejahatan siber dengan mengatasnamakan suatu lembaga marak terjadi. Dari data yang dihimpun oleh IASC (Indonesia Anti Scam-Center) sejak November 2024 sampai Mei 2025, setidaknya ada 135.397 laporan kasus penipuan digital di ranah keuangan. Ini perlu menjadi perhatian konsumen untuk lebih waspada.
2. Hati-hati Terhadap Nomor Tidak Dikenal
Di era masa kini, penipuan kian marak terjadi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan menggunakan banyak nomor ponsel. Konsumen perlu lebih PEKA dengan hati-hati saat mendapat panggilan telepon dari nomor tidak dikenal, tak langsung percaya dengan apa yang disampaikannya, atau lebih baik tidak perlu mengangkat sambungan telepon tersebut.
3. Waspada Menggunakan Internet Publik
Kehadiran internet publik bisa memberikan kenyamanan bagi siapa saja, karena bisa berselancar dengan praktis. Namun, kemudahan itu tidak serta merta membuat konsumen keuangan lengah, karena lebih baik PEKA menghindari penggunaannya, khususnya ketika melakukan transaksi keuangan.
4. Jangan Mudah Percaya Pesan yang Muluk-muluk
Siapa yang tidak senang tatkala mendapat berita bahagia akan menerima banyak uang? Hanya saja, cobalah untuk tetap tenang berpikir dan mengingat, mengapa bisa mendapatkan hadiah padahal tidak melakukan sesuatu?
Kritis berpikir untuk tidak langsung percaya terhadap pesan yang muluk-muluk. Bila memang ada rasa penasaran apakah pesan tersebut benar adanya atau tidak, maka bisa konfirmasi kepada “lembaga yang dimaksud” terlebih dahulu ke contact center atau melalui Direct Message di media sosialnya.
5. Sadar Bertransaksi
Pahami kembali tujuan pembayaran secara sadar, dengan cek situasi sekitar ketika akan bertransaksi, agar tidak ada yang menyusup saat menginput PIN. Serta periksa pula, sudah sesuai apa belum dari segi nomor rekening yang dituju hingga nominal yang akan dibayarkan. Sehingga, proses pembayaran yang dilakukan memang sesuai dengan kebutuhan.
6. Gunakan Pasword yang Unik
Mungkin dianggap ruwet membuat password dari kombinasi unik dan berbeda pada setiap akun. Padahal ini langkah strategis agar terhindar dari penipuan, karena bila kata sandi yang digunakan adalah tanggal lahir atau nama seseorang, dan sama digunakan untuk semua akun, justru akan membuka celah terjadinya soceng.
Dilansir dari Harian Jogja (Juni 2025), setidaknya ada Rp2,6 triliun total kerugian akibat penipuan digital. Konsumen dapat lebih PEKA memanfaatkan password yang unik dengan kombinasi huruf, karakter, angka, dan diganti secara berkala untuk akun yang dimiliki sebagai langkah mantap untuk melindungi data pribadinya.
7. Paham Produk dan Penyelenggara Keuangan
Konsumen yang cerdas adalah ketika ia paham penyelenggara dan produk layanan keuangan yang ia pilih, berada di bawah pengawasan Bank Indonesia dan memiliki ijin resmi. Sebelum menjadi nasabah, ia bisa membaca lebih teliti bagaimana syarat dan ketentuannya, keamanan data/privasi konsumen, risiko produk, dan bagaimana skema bila akan mengadukan masalah.
8. Lakukan Pengaduan ke Bank Indonesia
Layaknya sebuah rumah yang kokoh, pasti memayungi seseorang dengan peraturan dan pengawasan, sehingga membuat nyaman penghuninya. Pola sistem tersebut, juga tampak pada Bank Indonesia sebagai regulator dengan memiliki rumah besar yaitu perlindungan konsumen, melalui ketentuan-ketentuan yang tercantum pada:
- Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
- Peraturan Bank Indonesia No.3 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen Bank Indonesia
- Peraturan Bank Indonesia No. 3 Tahun 2024 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Keuangan
- UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi
- Peraturan Anggota Dewan Gubernur No. 20 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pelindungan Konsumen Bank Indonesia
- G20/OECD High Level Principles of Consumer Protection
Kewenangan Bank Indonesia terhadap perlindungan konsumen meliputi transaksi keuangan, yaitu: metode pembayaran yang menggunakan kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik. Serta urusan transfer dana, penyediaan dan penyetoran uang rupiah, pasar valuta asing, hingga penerbitan cek dan/atau bilyet Giro/kliring.
Bilamana terjadi penyalahgunaan data, misalnya social engineering, maka konsumen dapat mengadukan permasalahan layanan keuangan dengan melapor ke pihak penyelenggara jasa keuangan via kontak resminya.
Namun, jika konsumen belum mendapat penanganan yang tepat, bisa sampaikan pengaduan ke Bank Indonesia melalui contact center +6221-131 atau bisa mendatangi langsung ke kantor Bank Indonesia terdekat. Dengan cepat, Bank Indonesia memberikan edukasi, literasi dan juga memfasilitasi konsumen untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi. Hal ini demi mewujdukan kepastian hukum, baik saat menangani pengaduan dan menyelesaikan sengketa yang lebih efektif.
Jadi Konsumen Keuangan yang Lebih PEKA
Lalu bagaimana dari sisi penghuni rumah agar ia lebih mandiri dalam menjaga dirinya, meski rumah tersebut memiliki sistem perlindungan yang lengkap?
Dukungan yang dapat dilakukan penghuni rumah, dalam hal ini adalah dari sisi konsumen sebagai pelaku keuangan, yaitu untuk lebih PEKA menutup dan mengunci pintu rumah dari serangan siber dengan pola pikir:
- PEduli bagaimana manfaat, risiko dan keamanan ketika melakukan transaksi tunai maupun non tunai.
- Kenali lebih dekat siapa penyelenggara keuangan dengan memilih lembaga resmi yang berada di bawah naungan Bank Indonesia (selaku regulator), dan memahami produk keuangan yang menggunakan kartu, uang elektronik, dompet elektronik hingga QRIS.
- Adukan ketika terjadi permasalahan keuangan ke Bank Indonesia agar segera ditindaklanjuti.
Dengan ke-PEKA-an yang tertanam dalam diri konsumen, menjadi langkah mencegah kejahatan siber dan penipuan. Ini juga bagian dari kewajiban diri konsumen dengan menjaga kerahasiaan data pribadinya, sekalipun itu dari yang mengaku-aku sebagai pihak penyelenggara keuangan.
Aman Bertransaksi, Konsumen Terlindungi
Rumah melindungi seseorang dengan atap, pondasi, dan tiang pancang yang kuat, sehingga seseorang tersebut bisa nyaman melakukan aktivitas apapun di dalamnya. Nah, begitupun dengan Bank Indonesia yang memiliki peran sebagai regulator guna melindungi konsumen keuangan melalui sosialisasi, edukasi, dan jaminan kepastian hukum.
Tentunya, hal itu juga perlu didukung dengan kemandirian pelaku keuangan agar rumah yang memberikannya perlindungan, selalu terjaga dengan baik sehingga tidak ada maling yang menyusup masuk, bocor karena rembesan air hujan, maupun lalai karena tidak mencabut alat-alat listrik saat tidak digunakan.
Konsumen bisa menjaga data pribadinya dan berhati-hati setiap akan melakukan urusan keuangan. Dengan begitu, ia dapat setia bertransaksi dengan sepenuh hati tanpa adanya ancaman, tanpa rasa takut, dan tanpa keraguan terhadap penyelenggara keuangan.
Sejak akun WhatsApp dan sosial media sering kena peringatan, saya selalu ganti pasword sebagai upaya menghindari kejahatan yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab.
BalasHapusApalagi kalau nyangkut akun keuangan, harus lebih waspada ya
Kemudahan teknologi memang nggak serta merta bikin kita merasa terlalu nyaman. Urusan keuangan memang jauh lebih mudah karena teknologi. Tapi, di balik itu, urusan penipuan keuangan juga lebih mudah.
BalasHapusMakanya, penting sekali menjadi konsumen keuangan yang lebih peka. Biar lebih aman dan nyaman saat bertransaksi keuangan.
Di zaman serba canggih ini, modus penipuan hadir dengan berbagai cara . Tetap hati² dan waspada buat kita semuanya
BalasHapusHooh, Kak. Kayak semacam, ketahuan modus penipuan yang satu akan muncul banyak modus penipuan yang lainnya lagi. Memang harus hati-hati dan waspada beneran kitanya. Harus jadi konsumen keuangan yang peka istilahnya ya,
HapusPenting sekali mengetahui literasi keuangan agar bisa lebih hati2 masalah kejahatan siber dibidang keuangan... ya, tidak update info resiko duit melayang...
BalasHapusMinta PIN ATM! Ya ampuuuun! Bahkan pihak bank aja nggak pernah lho minta PIN ATM. Kalau lagi ke CS bank buat ngurus sesuatu dan butuh memasukkan PIN, pegawai CS juga pasti mengalihkan pandangan ke arah lain, bukan ke kita yang sedang memasukkan PIN.
BalasHapusDuh makin banyak aja ya kejahatan siber yang memakai media sosial dan pesan instan di layanan perbankan. Emang sih kalo phising dan scam itu udah lama banget. Kayaknya sesuai perkembangan teknologi, makin canggih pula kejahatan siber di layanan perbankan ya kak.
BalasHapusSmg kita bisa aware dengan kejahatan siber yang terjadi di sekitar kita. Harus waspada terhadap apapun yang melibatkan pintu masuk ke layanan perbankan. Kalo ada yang aneh, langsung lapor aja tuh kayak di postingan kak Fenni di atas.
Konsumen keuangan memang harus makin PEKA di era digital ini ya. Apalagi banyak banget modus kejahatan siber yang suka bikin pusing. Tips-tipsnya penting banget buat diterapkan. Mulai dari ngecek nomor asing, hati-hati pakai WiFi publik, sampai pakai password unik. Intinya, kita harus terus melek literasi keuangan biar enggak gampang kena tipu.
BalasHapusMakin banyak aja yah cara orang berbuat kejahatan, apalagi kejahatan siber. Seringnya menyasar lansia atau orang-orang yg gaptek. Kapan itu, malah ada yg pura-pura salah transfer, diminta transfer balik. Eh, percaya dong. Apesnya lagi, malah jadi jalan buat scammer, untuk menguras habis tabungan orang yg transfer balik tadi.
BalasHapusDuh...kasihan banget...
Poin adukan ini sebenarnya yang agak sulit. Adik saya pernah jadi korban dan melaporkan ke pihak berwajib, sayang tanggapannya kurang responsif.
BalasHapusSeandainya bisa di lebur tegas pastilah para pelaku kejahatan cyber di Indonesia juga akan lebih ada unsur takutnya sebelum berbuat kejahatan.
Hati-hati ya dengan nomor tidak dikenal. Kalau teman pasti kirim pesan dulu mebeitahukan
BalasHapusBegitulah semakin canggih teknologi semakin canggih juga tingkat kejahatan nya. Kita harus lebih siaga
Setuju banget, jadi konsumen itu harus peka. Bukan cuma ngerti produk, tapi juga waspada sama trik penipuan yang makin canggih. Hal kecil kayak jaga password atau hati-hati buka link aja bisa nyelamatin banyak.
BalasHapuskejahatan siber ini juga bikin orang parno
BalasHapusdi salah satu grup saya yang isinya rata-rata lansia, mereka sangat protect
sampai ketika ada yang gak sengaja pencet tombol microphone, seisi WAG heboh
Karena itu penting banget tulisan seperti ini agar gak terlalu parno juga
Seiring dengan perkembangan teknologi, kita pun dituntut untuk mampu beradaptasi dengan dunia digital ya Fen. Gak boleh gak peduli. Karena meski dimudahkan dengan semua transaksi serba digital, kita wajib memproteksi diri agar jauh dari beragam kejahatan digital yang diam2 bisa mengancam. Kudu peka dan mau meng-upgrade diri dengan literasi keuangan berikut dengan teknologinya.
BalasHapusWow PEKA itu ternyata singkatan ya. Keren banget. Emang jaman now, kejahatan ga maen-maen. Lengah dikit bisa jadi korban, termasuk di ranah siber.
BalasHapus