Di sebuah sekolah yang beridiri di tengah kota yang mentereng, terdapat seorang siswa kelas 7 bernama Reno. Ia dikenal supel, jago main basket, dan gemar bermain game online. Reno memiliki banyak teman dan selalu jadi pusat perhatian. Namun, ada satu hal yang jadi rahasia umum di kalangan para pendidik, yaitu Reno sangat malas mengerjakan tugas sekolah.
Setiap kali guru-guru memberikan tugas atau PR individu, Reno selalu memiliki alasan klasik, seperti karena lupa, laptopnya rusak, hingga yang paling sering, adalah, "Saya bantu keluarga jaga warung, Bu."
Alasan-alasan itu terus menjadi tamengnya, dan jadilah ia tidak pernah menyerahkan tugas tepat waktu. Hingga tibalah semester genap akan berakhir.
Pak Maksim, guru Bahasa Indonesia yang terkenal galak tapi adil, memberikan tugas besar, yaitu membuat cerpen bertema Saat Aku Beranjak Dewasa. Nilai dari tugas ini akan jadi penentu kenaikan kelas untuk mata pelajaran tersebut.
"Ini bukan tugas biasa," kata Pak Maksim saat mengumumkannya. "Siapa saja yang tidak mengumpulkan, akan tidak naik kelas. Tidak ada kompromi."
Teman-teman Reno mulai panik. Mereka sibuk mencari ide, menyusun alur cerita, dan berdiskusi. Sementara Reno, seperti biasa ia santai saja.
"Ah, gampang. Nanti malam juga bisa beres," katanya sambil main game menggunakan ponselnya di kantin.
Malam pun Tiba
Gelapnya langit yang hanya disinari oleh benda langit dan terang benderangnya lampu yang bersahutan menjadi penanda, datangnya malam.
Suasana yang harusnya santai dan dapat digunakan untuk bercengkerama dengan keluarga, tak dilakukan oleh salah satu rumah.
Penghuninya di dalam ruangan bernama kamar itu disibukkan dengan racing game melalui gadget-nya.
“Ah, pakai nge-drop lagi batre hapenya. Belum kelar main padahal.” Gumam Reno. Ia pun mencolokkan kabel carger ke ponsel dan menghubungkannya dengan stop kontak. “Eh, gue belum ngerjain tugasnya Pak Maksim.”
Reno menatap laptopnya. Ia buka perlahan, dan mulai menghidupkannya. Loading yang cukup lama dari perangkatnya itu, dan terdengar suara tut-tut dari situ.
“Aih, pake acara habis pula batrenya. Kenapa jadi kompak sih?” Reno pun mencari kabel carger untuk laptopnya. Saat menghubungkan ke stop kontak, ia merasa lega. “Syukurlah, gak seperti dalam drama, yang baru mau nyolokin kabel tiba-tiba listrik mati,”
Baca Juga: Pesan Manis Keluarga
Ia pun memaksakan untuk mengerjakan tugasnya, meski laptopnya dalam keadaan sedang di-cas. Namun malam itu, ternyata Reno tak bisa menulis satu kata pun. Ia hanya termenung, karena tidak mengerti harus memulai dari mana.
“Apa pakai AI aja ya? Kan sekarang jamannya AI. Toh nggak ada yang tahu, kalau gue pake itu, apalagi Pak Maksim.” Gemuruh hati Reno yang terus berkecamuk, hingga kebisingan tak lagi terdengar. Begitupun dengan suara yang hanya dengkuran dari bilik-bilik seberang.
Keesokan Paginya
Seseorang datang menghampiri Pak Maksim. "Saya belum selesai, Pak," katanya dengan suara pelan.
Pak Maksim hanya menatapnya sebentar. "Saya kan sudah bilang: tidak ada kompromi."
Hari itu, teman-teman se-kelas Reno menertawainya dan menyorakinya. Ia seperti benar-benar kena batunya.
“Sudah, kamu saya beri nilai nol, yang berarti tidak lulus mata pelajaran Bahasa Indonesia dan harus mengulang di semester pendek.” Jelas Pak Maksim.
“Sebentar, Bapak boleh memberi nilai nol, tetapi saya jujur, karena saya memang tidak menyelesaikan tugas dan tidak menggunakan alat bantu seperti ChatGPT, Gemini, Meta AI atau AI lainnya. Berbeda dengan teman-teman lainnya yang menyelesaikannya, tetapi menggunakan alat bantu,”
Pak Maksim seperti tersambar petir. Ia terhenyak dengan pernyataan Reno.
“Coba saja Bapak telaah tulisan yang mereka buat, dan silakan cek dengan saksama.” Kata Reno lagi.
Pak Maksim menyunggingkan senyumnya. Ia pun membaca, “Hemmm, karya siapakah ini, ada di bagian bawahnya tertulis, Jika kamu ingin versi yang lebih sederhana atau dalam bahasa Indonesia saja, aku bisa bantu buatkan juga. Mau?”
Pria paruh baya itu melihat satu per satu siswa di kelas itu. Mereka tidak ada yang menanggapi, malah tertunduk lesu.
“Saya tahu kalian menggunakan alat bantu ini, karena mudah dideteksi. Bila memang karya kalian tidak begitu bagus, tetapi ada nilai luhur didalamnya yaitu kejujuran. Karya yang memang kalian buat sendiri. Bukan menduplikasi, apalagi dengan teknik kecurangan seperti itu. Sebab alat bantu pun, memungkinkan dalam pencarian referensinya dari karya-karya orang yang sudah dipublikasikan. Pakailah alat bantu, hanya untuk mengeksplorasi ide, bukan sebagai tujuan utama hanya demi menuntaskan kewajiban.” Tegas Pak Maksim.
Ia pun melihat ke arah Reno. “Saya hargai kejujuranmu Reno, tetapi tidak bisa menerima akan kesalahanmu yang tidak menyelesaikan tugas.” Terang Pak Maksim.
Baca Juga: Siapa Sih Juaranya?
“Saya bukan sama sekali tidak mengerjakan tugas, Pak, tetapi belum selesai. Kan tadi saya mengaku, bahwa belum selesai.” Ujar Reno sambil menunjukkan hasil karyanya melalui ponsel.
“Oh iya, saya lupa. Baik kalau begitu, kamu bisa menyelesaikannya hari ini.” Kata Pak Maksim. “Sedangkan untuk kalian yang menggunakan alat bantu dalam pembuatan tugas ini, sebagai wali kelas kalian saya akan jadi pertimbangan dalam hal kenaikan kelas. Silakan, buat karya baru yang memang hasil cipta, rasa dan karsa kalian sendiri hari ini.”
Para siswa di kelas Reno bermacam-macam menanggapinya, ada yang mengehela napas, mengipas diri menggunakan buku, memasang wajah sedih, dan ada pula yang lekas move on untuk menyelesaikan tugas itu tanpa menatap ke layar ponsel.
Baca Juga: Padahal Tawaran Kerja Gajinya Gede, Kok Dikumpulin?
Dari hal itu, Reno belajar akan banyak hal, mulai dari tidak lagi menyepelekan tugas, tidak lagi bergantung pada alasan, dan jujur terhadap karya yang dibuat. “Aku harus bisa membuat karya dari hasil pemikiranku sendiri. Semangat!”
Tugasnya ditulis tangan aja atau pake mesin ketik untuk meminimalisir kecurangan. Mengenai AI, daku gak anti AI sih. Tapi sedih aja ketika ada creator yg nulis pake AI dan dicontek bulat-bulat.
BalasHapusPastinya Reno ini tidak bisa ditiru. Dia belum menyelesaiakn tuga Bahasa Indonesia, tapi dia memang sengaja menunda, dan dulu-dulu juga setor PR tidak tepat waktu. banyak alasan ini itu. Jadi saat ada kendala saat mengerjakan tugas Bahasa Indonesia, itu karena awalnya di dadakan dan kebanyakan menunda.kalau saya, Reno tetap harus mendapatkan hukuman sama dengan teman lainnya. jangan "Saya memnag belum selesai mengerjakan tugas pak tapi saya jujur" yang dijadikan tameng hehehe.
BalasHapusBener pak Bambang, dia juga salah karena menunda dan jaga toko sebagai alasan, huhu. Harusnya dihukum juga karena memang tugasnya yang belum selesai.
Hapusini yang jadi concern para ortu dan guru jaman now.
BalasHapusTeknologi yg ada tuh kerap kali menjerumuskan anak
jadi males, malah tdk kreatif.
repot
Biasa aja alasannya si Reno ini :D dia gak tahu aja aku sejak usia sekolah udah biasa bantu jaga toko punya orang tua. Tapi PR harus tetap dikerjakan, ya bisa disambil sambil jaga toko. Tapi di sisi lain juga salut sama Reno yang jujur. Tinggal disiplin waktu aja, maka Reno akan jadi siswa yang jempolan. Jujurnya udah oke, tinggal ketepatan waktu atas tanggung jawab belajarnya ditingkatkan. Mangats Reno!
BalasHapusEh, kita samaan nih, Mas. Dulu Bapak saya buka toko di garasi. Karena mobilnya belum bisa beli, jadi dibuat warung kecil. Depannya jual bensin botolan hahaha. Tugas saya jaga kalau siang hari. Nah, sekalian saya kerjakan PR. Malamnya saya baca buku Lima Sekawan, Trio Detektif, atau pasukan mau tahu hahaha.
HapusSemacam jadi refleksi juga nie mbaa...intinya alat bantu kita gunakan untuk mempermudah mendapatkan ide yaaa tapi secara keseluruhan isinya harus dari hasil karya kita sendiri jangan terllau bergantung kepadanya..sama aja nanti kita gak miki apa2 donk yaaa :)
BalasHapusAI memang cukup membantu, tetapi sering disalahgunakan sama blogger yang malas menulis artikel secara manual. Ya mirip kayak teman-temannya Reno itu, pada pakai AI untuk menyelesaikan cerpennya. Sementara Reno jujur nggak mau pakai bantuan AI, tapi tetap belum selesai tugas cerpennya.
BalasHapusJangan pernah menyepelekan tugas sekecil apa pun. Setiap tugas punya dampak. Ketekunan dan tanggung jawab membawa hasil positif. Apalagi sekarang sudah banyak alat bantunya!
BalasHapusYa ampun Reno. Kamu jujur sih. Tapi lain kali jangan suka menyepelekan tugas lagi ya. Usahakan sebelum main tuh tugasnya dikerjain dulu. Hehehe
BalasHapusAku juga sering menggunakan AI, kuusahakan baca dan diedit dulu sebelum posting. Soalnya pernah menemukan ketidakcocokan antara informasi yang ada di dunia nyata dengan yang diberikan oleh AI. Jadi memang harus double check dan pastinya jangan sampai ada kata2: jika kamu ingin artikel yang bertema formal mau disesuaikan? :)
BalasHapusLagian di copas semua itu ya tugasnya sampai ada tulisan jika ingin dibuatkan versi lain, haha. Jadi deh ketahuan, tapi jadi bisa ambil pelajaran dari situ kalau karya kita mau jelek atau bagus tetap karya sendiri dan pasti punya value bukan plagiasi. Gunakan AI dengan bijak.
BalasHapusAku yang sampai sekarang paling suka kalo ada tugas yang ditulis tangan weekekeke, jadi ngga di depan layaaar terosss hadeuh. emang kebiasaan menunda tugas itu penyakit yaak ternyata wkwkw pernah kena penyakit suka nunda juga
BalasHapusPasti Reno bakalan dimusuhin teman sekelas nih. Gara2 dia, tugasku jd berantakan. Dan aku hrs bikin ulang tugas nih.
BalasHapusTapi tenang, masih ada AI humanize kok. Jd hasil pencarian di AI bs diubah kyk tulisan manusia. Namun ini jgn dicontoh ya teman2.
Contoh aja Reno tadi. Ngerjain tugas dgn tangan dan pemikirannya sendiri. Boleh sih pk cara AI, tp tetap cari sumber yg sah utk validitas.
Salut buat Reno yang jujur meski ya tetap salah jg krn blm tuntas ngerjain tugas wkwkwk.
Kalau mahasiswa mengerjakan tugas itu ditulis tangan. Untuk menghindari copas dari AI atau sumber internet lainnya. Kayaknya bapak guru Reno harus mencoba cara ini. Semiga Reno lebih bisa memanage waktunya yaa antara main game dan menyelesaikan tuga 😃
BalasHapusSemoga Reno bisa belajar dari kesalahan yaa..
BalasHapusKarena yang namanya tugas, meski menggunakan bantuan AI, tapi juga tetap butuh mengolah data agar ada proses belajar di sana.
Kalau gak salah, Pemerintah juga sedang meramu kurikulum baru lagi.
Lieeuur yaa.. gonta-ganti kurikulum. Hehhee~
mmmhh...Reno kena batunya deh. Semoga Reno ke depannya lebih abik dan bisa mengambil hikmah dari semua kejadian yang sudah menimpanya
BalasHapusBaguuus nih ceritanya . Ngajarin anak2 juga utk ga tergantung Ama AI skr ini. Padahal ya mba, dulu zaman sekolah, bahasa Indonesia, bahasa inggris, subject favoritku bangetttt. Apalagi kalo udh tugas membuat karangan, aku bisa nulis berlembar2 🤣🤣.
BalasHapusKejujuran, ketekunan dan tanggung jawab akan memberikan hasil terbaik.
BalasHapusReno salah karena suka malas dan menunda tugas. Seharusnya walaupun harus jaga warung, tetap bisa sambil mengerjakan tugas sekolah.
Sama kayak komen BW mbak. Banyak yang bener-bener copas tok dari AI, padahal keliatan kok mana yang beneran komen dan mana yang pake AI.
BalasHapusBukan perkara jumlah katanya, tapi etika dan ketulusannya.
Nganu, aku juga suka pake AI. tapi at least pasti aku baca dulu semua tulisannya.
Larut membaca kisah Reno si jago basket, supel dan suka main game online itu, menarik karakternya, tapi kekurangannya itu membuatku berpikir, biasanya karakter seperti itu punya keberanian tinggi karena mengerti mengatur keadaaan.
BalasHapusMelihat lebih kuat karaktenya gimana dia jujur dan memperlihatkan hal yang tepat yang pada akhirnya dia sendiri sadar apa yang perlu dilakukan sebagai siswa.Cerita yang bagus untuk memberi pengertian tentang tanggung jawab.
Aku pribadi sih kurang prefer dengan sikap Reno yang menunda-nunda pekerjaan karena saya sendiri tidak membiasakan diri atau orang rumah untuk menunda-nunda. Ada waktu sepuluh menit, kerjakan sebisanya, apalagi itu PR yang wajib selesai. Sebenarnya menggunakan AI itu sah-sah saja, selama ya nggak plek ketiplek juga. Dan kalau dipikir dengan logika, AI juga nggak akan jalan kalau kita nggak belajar untuk mengolah prompt dan output hasilnya. Intinya kata ibuk, "jangan malas mikir," hehehe.. :D
BalasHapuskadang waktu sekolah dulu memang bingung mau nulis dari mana. kalau giliran lancar ide, pasti nulisnya lancar, kalau udah buntu ya terpaksa berhenti dulu mikirnya
BalasHapusalasan reno ini sering banget aku temui waktu sekolah, cuman sayangnya waktu itu belum ada AI yang bisa bantu kasih ide
Pesan moralnya bagus sekali ini. Penting untuk tidak menyepelekan dan menunda pengerjaan tugas dan yup betul kata pak guru nih, mesti bijak menggunakan AI. Bukan digunakan untuk sekadar menuntaskan kewajiban semata, rasanya kurang elok banget kalau seperti itu ya. Bisa-bisa manusia bergantung pada AI dan isi kepalanya malah tumpul. Lalu yang suka menunda tidak mengerjakan tugas, adalah sedang menggali kuburannya sendiri. Ia tak siap dihadapkan sama tanggung jawab. Maka penting banget untuk segera mengerjakan tugas dengan penuh kesungguhan bukan sekadar selesai juga. Thanks ya Fenn, keren nih ceritanya Reno.
BalasHapusaku tuh dulu pas sekolah pernah mbaj menyepelekan tugas, gara-gara ikutan temen-temen.. halah gampang.. tapi ya Allah berujung dijemur didepan kelas.. malu banget..
BalasHapussemenjak itu udah aku kapok.. ga lagi lagi ga ngerjain tugas deh..
jleb banget ya kisah Reno ini, di satu sisi kita harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi seperti yang dilakukan teman-temannya, namun kelirunya mereka menggunakan teknologi plek ketiplek, padahal kemajuan teknologi seperti AI ini harusnya digunakan sebagai bahan referensi dan dikembangkan dengan pemikiran kita sebagai manusia, tapi yang Reno lakukan juga yang belum selesai mengerjakan tugasnya termasuk kegiatan tidak disiplin, padahal dia bisa menggunakan AI buat referensi saja, setelah itu dia kembangkan dengan pola pikirnya sendiri, bukan kekeh dengan pemikirannya sampai tugasnya tidak selesai
BalasHapusSebenarnya bahaya ya jika anak terbiasa dibantu AI saat menulis karena ia bisa jadi malas berpikir dan berimajinasi akhirnya jiplak plek dari AI..
BalasHapusAku jadi inget kalau sering menunda pekerjaan, ujung-ujungnya gak maksimal banget.
BalasHapusTapi memang untuk "memulai" sesuatu tuh beraatt banget.
Entah kenapa, mefet deadline, malah semakin banyak dan cepat selesai.
Meski ini gak boleh dijadikan sebuah standart sih yaa..
Bagus ceritanya Fen.
BalasHapusAI bisa jadi teman mencari ide, tapi esensi dari sebuah karya tetap datang dari jiwa dan pengalaman pembuatnya.
Semoga siapapun bisa menggunakan AI dengan bijak.
Penggunaan AI di lingkungan sekolah, harus dibatasi, atau lebih tepatnya diberikan pengertian. Guru harus aktif mengatakan bahwa AI hanya sekedar teman untuk berpikir, bukan teman yang disuruh-suruh.
BalasHapusAI memang bisa membantu untuk membuat tugas tapi bukan berarti mengambil alih dalam mengerjakan tugas. Jika semakin tergantung dengan AI bukannya semakin pintar tetapi semakin terjerumus dan tidak mengerti apa-apa
BalasHapus