Langsung ke konten utama

Senin Di Bulan Agustus

Fenni Bungsu (Fiksi)

Miss Lea, para siswa kerap memanggilku. Sebagai les bahasa di Lembaga Bahasa Ternama di Kota Bunga, aku menjalani tugas tersebut untuk anak usia sekolah maupun usia dewasa. Tugas ini yang kurang lebih sama seperti guru pada umumnya, yaitu mengajar. Bedanya, hanya pada jumlah siswanya dan lokasi mengajar. Awalnya tugasku untuk mengajar anak-anak usia SMA dan dewasa. Tak dinyana, Mr Ed, bagian Akademik memberikan tambahan kelas baru di tingkat SMP, membuatku dibanjiri tugas baru.
***

fiksi tentang remaja, fiksi remaja, cerita di hari Senin bulan Agustus,


           “Miss, kelas 9 kan dibagi dua. Jadi miss di kelas 9B. Yang 9A di pegang sama Ms. Meta.”Ujar Mr Ed dengan penuh harap.
            “Sebelumnya kelas 9, selalu sama Ms. Meta kan?” kataku.
            “Iya, jadi gimana?”

Sontak saja aku berpikir dalam – dalam. Banyak pertimbangan untuk kelas itu. Menurutku mereka sedang dalam masa puber. Usia remaja yang sedang mencari jati diri dan senang dengan kesibukan baru yaitu gadget, membuatku berpikir, haruskah mengambil tugas itu? Mulut dan hatiku tidak terkoneksi dengan baik. Satu sisi aku hendak mengiyakan, karena materi pelajarannya yang tidak jauh berbeda dengan siswa SMA. Namun di sisi lain, hatiku enggan menerimanya.

            “Aku lihat dulu mereka, karena kan mereka sudah ada yang terbiasa dengan Ms. Meta. Kalau nggak cocok, aku lepas yah.” Ungkapku.
            “Ya, itu gampang. Kan Missnya juga sudah biasa sama yang usia dewasa, pelajarannya paling juga nggak jauh beda.”Jawabnya.

            Aku tak menanggapinya lagi, hingga waktu untuk mengajar di kelas itu pun tiba. Pada hari Senin di bulan Agustus. Aku menuju ruang kelas dengan penuh keraguan, tapi aku paksakan, “tak ada masalah!” Belajar selama 90 menit di hari pertama ini menurutku lumayan. Meski sebenarnya aku membenarkan kata hati itu.

***
fiksi tentang remaja, fiksi remaja, cerita di hari Senin bulan Agustus,
ilustrasi by pixabay


            Hari kedua mengajar di kelas itu, sungguh kata hatiku seakan berbicara melalui mikropon dengan volume speker yang sangat tinggi, “Lepas saja!” Tak mampu lagi menahan sabar dengan situasi dan kondisi yang tak dapat kukendalikan. Kata keras pun terlontar melihat kelakuan mereka yang berteriak kencang, bermain ponsel, dan tugas yang kuberikan tidak mereka kerjakan. “Ini pada mau belajar apa tidak yah! Saya kembalikan lagi kelas ini pada tutor sebelumnya!”

            Suasana berubah senyap. Mereka terdiam sejenak. Saling berpandangan diantara mereka satu per satu.

            “Eh, eh..makanya diem dong!” ujar siswa yang mengenakan kerudung biru.
            Siswa laki – laki yang berkulit putih pun menimpali, “Jangan pake ponsel, hei!”
            “Miss tenang aja, jangan baper yah.” Sambung siswa yang berkerudung itu lagi.

            Helaan napas membuatku sabar sejenak, astaghfirullah. Aku memang tak cocok berhadapan dengan siswa usia SMP. Jumlah mereka yang enam orang itu, hanya terlihat dua siswa saja yang memiliki keinginan untuk belajar dan mendengarkan. Sementara yang lainnya sibuk dengan ponsel bahkan ada yang mengenakan earphone tanpa rasa sungkan terhadap guru les. Keluhan tersebut lekas aku sampaikan pada bagian akademik.


[Baca Juga: Kisah Sobat dan Kawan (end)]

fiksi tentang remaja, fiksi remaja, cerita di hari Senin bulan Agustus,
ilustrasi by pixabay


            “Maaf, situasi dan kondisinya membuat saya tak dapat lagi mengajar usia SMP. Saya kembalikan lagi pada Miss Meta.”

            Rasa kejut dengan air muka yang sedih tampak di wajah Mr Ed. Namun, aku tak mau bernegosiasi untuk hal tersebut, meski dia berusaha untuk menahanku dengan berbagai alasan. Pasalnya, untuk berkeras kepada siswa bukanlah tipeku dalam mengajar. Aku tak terbiasa berkata kasar atau pun galak pada anak yang notabene adalah anak orang lain. Tak pantas pula rasanya membentak kepada usia yang bukan lagi kanak – kanak. Aku hanya berharap agar kedepannya mereka mau menghargai waktu lelah menuju tempat les dan biaya yang telah dikeluarkan oleh orangtuanya untuk les, sayangilah jerih payah orangtuamu.

***
fiksi tentang remaja, fiksi remaja, cerita di hari Senin bulan Agustus,
ilustrasi by pixabay


            Senin berikutnya di bulan Agustus, aku resmi tidak lagi mengajar di kelas mereka. Tatkala aku menyelesaikan tugas mengajar di kelas lain, pertemuan kembali dengan mereka yang dua orang siswa itu, cukup berbeda suasana yang kurasakan.

            “Miss jahat nih, ninggalin kita – kita.” Ungkap siswa yang menggunakan kerudung seraya menyalamiku dengan wajah cemberut.

            “Ini bukan AADC kan,” kataku sambil tersenyum. Dalam hati aku berujar, andai kalian tahu bagaimana rasanya menjadi seorang pendidik nanti. 

_END_

Komentar

Visya Al Biruni mengatakan…
I feel you mba Fen. Akupun pernah dalam sikon ini saat Lago magang di SMP. Rasanya kesel sendiri haha tapi karena belum terbiasa aja
Mengasuh dan mengajar remaja memang tantangan banget ya. Untung ini cuma fiksi hehehe. Atau jangan-jangan fiksi yang terinspirasi kisah nyata?
Cerpen yang menarik, Mba.
Renayku mengatakan…
Wah ini cerpen ya? Aku bacanya seru lho kak.. jadi berasa nonton sinetron haha atau emang cara nulisnya yang keren. Lanjutkan ya kak! Semangat 😉
Annisa mengatakan…
Walaupun fiksi tapi ceritanya relate sama kondisi pendidik di zaman sekarang ya mbak. Mungkin mereka lebih tertarik dan terkoneksi dengan gadget dibanding dengan "manusia", which is gurunya sendiri.
Ika Gifka mengatakan…
Aku pernah dengar cerita serupa, tapi bukan fiksi, pengalaman pribadi tanteku mengajar di SMA kejuruan, susaaahhh.. siswa-siswanya memang sebuah ujian kesabaran
Niwanda mengatakan…
Jadi guru memang banyak seninya, ya... jadi baik yang memutuskan untuk stop karena ada prioritas lainnya maupun yang jalan terus dengan segala perjuangannya menurut saya sama-sama patut untuk dihargai.
Mellisa mengatakan…
Betul banget, anak SMP itu sedang dalam masa pencarian jati diri. Sebagai guru harus bisa banget mengimbangi nya. Jadi guru itu memang bukan pekerjaan yang mudah ya..
Rani Retnosari Mantriana mengatakan…
Pernah banget ngalamin kayak gini, bedanya aku ngajar anak SD yang bentar lagi masuk ke SMP. Dan bedanya lagi aku ngajar di sekolah biasa bukan tempat les jadi nggak bisa ninggalin mereka gitu aja, mesti nunggu taun ajaran baru atau semester baru. Padahal setiap hari badan rasanya lelah dari pagi sampe sore kondisiin kelas biar kondusif. ...eh kok aku jadi curhat, hehe...
April Hamsa mengatakan…
Eh Miss Lea ke mana aja cutinya kelamaan wkwkwkw gtu kali kata muridnya.
Senengnya jadi guru apalagi kalau diarep2 kedatangannya. Moga makin berkah ilmunya ya bu guru dan sabar2 ngadepin muridnya, inget dulu bu guru pernah jd murid juga xixixii
Rella Sha mengatakan…
Uuu....ngadepin anak-anak tanggung emang tantangan banget yaa. Kebayang dulu aku sendiri suka kesel sama temen-temen yang banyak ulah, sampe gurunya nggak mau lagi masuk kelas aku...sebel krn jadinya tiap pelajaran tsb kosong, yang rugi siapa? tapi mereka malah seneng... Terlebih lagi ibu aku sendiri guru SMP, uh kebayang bebannya yaaa..
Fazirotul Firdaus mengatakan…
Kayaknya asik ya mbak bisa deket sama anak-anak. Aku orangnya gak sabaran dan gak bisa banget jadi guru karena kurang telaten😂. Adekku pun sering kena semprot pas tanya-tanya materi ke aku
Busy Weekenders mengatakan…
Nah ini juga salah satu alasan kenapa saya milih masuk jurusan ilmu murni bukan pendidikan wkwkwk.. tak sanggup saya tuh menghadapi yang gini-gini, mumet akikah.
Herva Yulyanti mengatakan…
baiknya mba sampe memikirkan ini pad amau belajar apa ga? karena biasnaya ada juga guru les yang bomat anak2nya dengerin apa ga hehehe yg penting dia ngajar dan dapat uang
www.faradiladputri.com mengatakan…
Duh jadi inget pas aku jadi guru les bahasa Inggris. Pas aku resign, katanya pada coret coret di dinding I miss Ms. Dila wakakak. kKangen sih tapi pengen ngajar lagi.
Anonim mengatakan…
Aku Asro temennya Lea heee...
salam kenal

https://aseprohimat.com/makan-santai-di-rumah-makan-cibiuk/
duniaeni.com mengatakan…
Paling seneng tuh klo jadi guru yang dirindukan muridnya. Bikin kita sebagai guru juga kangen murid ya