Surat lamaran. Dua kata ini sudah sangat hapal dengan saya. Mungkin juga kamu. Kok bisa?
Pasalnya, terkait surat lamaran akan merembet pada tes masuk perusahaan
yang salah satunya adalah interviu. Pengalaman pada tes tersebut, memang agak
sulit untuk dilupakan. Dari yang serius hingga ada hal-hal konyol yang tidak
sengaja dilakukan. Sungguh amat membekas dalam benak ini. Aih.. sok sweet 😜.
Lokasi perusahaan tidak jauh dari Stasiun Kereta Sawah Besar. Seperti biasa
untuk tes masuk perusahaan saya usahakan datang paling lambat setengah jam
sebelum dimulai. Gunanya untuk melepas lelah, minum atau bisa sempat makan 😂, dan yang utama adalah dandan, Cieea, kan biar nggak lecek.
Untuk posisi yang saya lamar yaitu web admin, di mana hari itu (sebelum pandemi datang menyerang) hanya saya
seorang. Selebihnya adalah posisi lain, sehingga saya dipanggil untuk tes
interviu lebih dulu. Usai mengisi form yang diberikan untuk diisi, saya diarahkan
masuk ke sebuah ruangan, dan telah ditunggu oleh seorang wanita dewasa, sebut
saja namanya Ibu Ummi.
“Selamat siang, Ibu,” sapa saya sekaligus berjabat tangan.
“Selamat siang,” jawabnya sambil menyilakan saya duduk. “Dengan, Mbak
Fenni, yah,”
Saya anggukkan kepala.
“Berapa lama menempuh perjalanan ke sini?”
“Kurang dari dua jam perjalanan dengan kereta,” terang saya.
“Jadi kalau diterima di sini, sudah tahu yah kondisi jarak tempuhnya.”
Ibu Ummi sembari membubuhkan tulisan pada form yang telah saya isi tadi. “Selain
di sini, apa sedang menunggu panggilan kerja di tempat lain?”
“Iya, tapi baru dapat panggilan dari perusahaan ini,”
“Mm, selain pernah bekerja sebagai admin, Mbak Fenni ternyata mengajar bimbel
yah,”
“Iya,”
“Kalau les gitu, jumlah siswanya berapa? Saya punya anak perempuan, mau
dimasukin les. Saya dan suami kerja, kasihan dia sendirian di rumah … ”
Aih Ibu Ummi curhat, saya nyimak saja ucapannya sampai saatnya tiba
menanggapi, Cieea.
“ … berapaan biaya per semesternya, Mbak?”
Akhirnya saya dikasih kesempatan bicara 😂
“Tergantung pilihannya, Bu. Mau kelas regular, intensif atau privat,”
“Cabangnya banyak kan, Mbak yah, saya …”
Ibu Ummi menghentikan ucapannya. Suasana di luar pun terdengar senyap. Dan
penerangan yang cerah disertai sejuknya ruangan berubah seketika. Hmm, Anda
benar!
Mati lampu aduh gelapnya
Gelap-gelapan jadinya seperti
siluman
(Lirik lagu Mati Lampu yang langsung
saya salin aja di g00gle ternyata dipopulerkan oleh Rita Sugiarto)
“Mati lampu, Mbak,” ujar Ibu Ummi disertai senyum.
Saya tanggapi dengan cengiran saja. Beliau beranjak dari tempatnya untuk
membuka pintu. Kemudian kembali duduk dan meraih ponsel layar sentuhnya. Selanjutnya
secercah sinar keluar dari ponsel itu agak lama. Beliau pun melanjutkan
tulisannya dengan penerangan ponselnya tersebut.
“Kita lanjutin lagi deh interviunya. Hmm, saya sih setuju saja sama Mbak
Fenni. Cuma memang keputusan nanti sama Ibu Fulani (nama samaran). Hari ini mau
langsung wawancara sama user-nya?” tanya Ibu Ummi.
“Boleh,”
“Saya konfirmasi dulu yah,”
Katanya sambil bangkit berdiri, begitupun saya yang kemudian melangkah
keluar ruangan untuk menunggu. Ternyata di sini para pelamar ada yang sibuk mengibaskan
sesuatu sebagai media untuk kesejukan. Ada yang terlihat antusias menunggu
panggilan HRD, ada pula yang mencari kesibukan dengan ponselnya. Tak lama
kemudian, Ibu Ummi menghampiri saya, bahwa wawancara dengan user siap
dilakukan.
Saya mengikuti instruksi tersebut dengan melangkah menuju ruangan Ibu
Fulani yang ada di lantai dua. Dalam keadaan tak ada cahaya, saya cukup
hati-hati menaiki anak tangga. Menepi ke dekat dinding, sebagai bantuan.
Tiba di lantai dua, hembusan angin terdengar cukup kencang, karena
jendela yang dibuka. Selanjutnya terdengar suara-suara orang cekikikan. Ya
iyalah namanya juga lagi mati lampu, yah karyawannya jadi nggak pada kerja di
depan komputer. Semoga aja sih mereka nggak gosipin saya 😄. Siapa elu, digosipin gitu, hehe 😝.
Sebuah ruangan yang pintunya sudah terbuka itulah, merupakan ruangannya
Ibu Fulani. Saya mengetuk dua kali sambil mengucapkan Selamat Siang.
Baca Juga: Tanggal 15 Oktober Ada Apa?
“Silakan masuk!” sahut beliau. Baru berapa langkah masuk ke ruangan,
beliau berujar kembali, “Silakan duduk!”
Baru mengatur posisi duduk dengan nyaman, saya melihat sekeliling
ruangan itu yang gordennya sedang berterbangan karena jendela yang dibuka.
Namun, ternyata beliau ini tak tinggal diam. Tangannya memegang sesuatu.
“Langsung saja yah, Mbak, kan tadi sudah interviu dengan Ibu Ummi.
Preasure di sini cukup tinggi. Mbak diharapkan bisa bekerja cepat, teliti dan
cermat. Apakah siap?” tanya beliau yang mulai mengibaskan sesuatu di tangannya
itu dengan pelan.
“Siap,” jawab saya.
“Saya tidak ingin mendengar alasan datang terlambat karena rumah jauh,”
kibasan di tangannya itu mulai ditambah kecepatannya. “Pastinya sudah tahu
jarak tempuh dari rumah ke sini. Mbak siap?”
“Siap,”
“Mbak juga diharapkan selalu memantau komputer, karena perubahan akan
demikian cepat. Mbak siap?”
“Siap,”
“Siap? Yakin nih?”
“Siap,”
“Baik saya akan pelajari dulu. Nanti akan dikabari paling lambat
seminggu jika memang lolos seleksi,”
“Siap,” ujar saya yang kemudian pamit undur diri.
Eh saya baru sadar, perasaan jawabannya siap melulu yah. Soalnya Ibu
Fulani ini sibuk banget dengan dokumen yang ia gunakan untuk kipas-kipas. Yups, sesuatu yang dia kibaskan itulah
dokumen tersebut yang entah berisi tulisan apa.
Saya nggak konsen dengan pertanyaannya karena ia cukup sengit berkipas-kipas. Belum lagi baru terpikir bahwa di sini kondisinya lagi mati lampu.
Bingung kok ya gak gercep pakai genset? Padahal kalau jadi bekerja di sini, saya diharuskan mantau komputer selalu. Kepikirannya, kalau lagi mati lampu begini lah pegimana ceritanya kerja? Masa buat terkoneksi internet, haruskah tethering dari hape saya, huhu..
Baca Juga: Pilih Laper atau Baper?
Baru mauu komen pantau komputer terus lalu ada saatnya lupa save dokumen dan lalu tiba-tiba matiii lampuuu aduh gelapnya... hiiiihiii
BalasHapusItu tahun kapan ya, mbak? karena kalau jaman now emang masih ada kantor yang ngga pake genset gitu?
Gimana mau fokus kerja kalau kepanasan?
Ah untung ngga lulus yaa. Baru kali ini ya bersyukur ngga lulus interview, hehee
Saya juga pernah kerja di perusahaan yang kalau mati lampu ya udah, mati gaya banget, tapi itu dulu banget sih, zaman ketika belum trending internet :)
BalasHapusKalau mati lampu, banyak karyawan kegirangan hahaha
Bener banget sih, kalau cuaca panas, ditambah listrik mati gak bisa konsen. Apalagi yang wawancara kipas-kipas pakai dokumen, pasti fokus teralihkan. Tapi kalau bukan rezekynya memang begitu si, Mba. Karena rezeky ada di tempat lain.
BalasHapushahaha dari interview ngerambat jadi curhat
BalasHapusSekarang interview lebih membumi ya? SEkaligus mungkin ada jurus-jurus tertentu untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelamar
Setuju Rezeki dari Allah SWT itu pintunya banyak banget jadi jangan sampai berlemah hati, insyaAllah klo kita selalu bersyukur dan berdoa tentunya semua kebutuhan kita akan terpenuhi
BalasHapuskok bisa-bisanya lagi interview kerja eh mati lampu, jadi kepikiran juga sebagai calon karyawan, nanti kalo pas kerja mati lampu terus kan gimana ya kerjanya hehehe
BalasHapusSemangat, Mba Fenni..mungkin pertanda itu, mati lampu. Setuju, gimana coba pressure tinggi tapi mati lampu ga segera ditangani heuheu...
BalasHapusPerasaan saya campur aduk habis baca tulisan ini. Ada lucunya, serunya, dan gemesinnya. Bener kata Fennie, kalau memang stabilitas kerja harus dijaga, mosok urusan listrik kantor tergantung PLN? Hahahaha. Ah sutrala. Yang pasti belum rezeki ya Fen. Belum jodohnya kerja di sana
BalasHapushmm mati lampu itu kayanya sih memang pertanda Fen, krn kalo perusahaan oke pasti dong punya genset wkwkwkw bukan kibas2 pakai kertas yg bikin kita slfok pas interviu ya hihi
BalasHapusMalah lega ya Mbak karena nggak keterima di sana. Harus mantengin komputer terus tapi nggak antisipasi dengan genset kok rasanya ... aku yang nggak sreg. Lah padahal siapa aku yak? :))
BalasHapusGokil juga ya mbak. Mungkin memang ditentukan punya rejeki yang lain di tempat yang lain.
BalasHapusOh sebenernya jawaban siap ini memang kudunya butuh penjelasan kah, kak Fen?
BalasHapusHihi...orang HRD ini mang punya jurus membaca pikiran ya.. Aku juga sering kesandung dengan yang namanya kegagalan. But, gak berenti mencoba, itu yang terpenting sii.. Etapi kak Fen keren sii.. menuliskannya sehingga bisa jadi bahan intropeksi agar ke depannya bisa lebih baik lagi.
Hehhee, syapa tau kak Fen berniat pindah kerja lagi di masa depan.
Semangat mbak pasti ada jalan dan rejeki dari pintu lain dan tempat yang lebih representatif gak pake kipas2 hihihi
BalasHapusSawah Besar itu termasuk daerah elit, dengan kantor-kantor keren juga. harusnya sudah siap dengan genset ya, Mbak. Apalagi sekarang kerjaan digital, termasuk admin web. harus standby terus depan komputer. Tapi saya penasaran, apakah Bu Ummi jadi ngelesin anaknya ke Mbak Fenni? hahaha.
BalasHapusSurat lamaran dan CV memang kadang bikin jantung dag dig dug pas dikirim ke pihak perusahaan. Ya, karena belum rezeki sih mbak jadi belum ketrima ya, tapi pasti selalu ada rezeki kok hehe
BalasHapusLho kok ada fotonya Wen Kexing? 😅 Cerita interviu memang macam-macam ya. Saya malah belum keterima kerja sampai sekarang. Sedih sih.
BalasHapusAda-ada aja pengalaman melamar kerja Mbak Fenny.tapi emang lucu ya kalau mau bekerja di depan komputer tapi listriknya ga stabil, gmana mau kerja, ya?
BalasHapusuntung udah keliatan red flag dari awal ya. bisa jadi bahan pertimbangan untuk lanjut nggaknya hihi
BalasHapusImpression pertama udh ga enak ya kak. Untung aja ga dditerima. Jd kita bs fokus ke interview lain atau mencoba lamaran di tempat lain. Emg sih kntrku dulu jg ga pny genset. Tp ya ga gt jg sih memperlakukan pelamar haha. Semangat kak.
BalasHapuskebayang juga kak kalau saya yang diinterview juga bakal jawa siap-siap juga pastinya hehehe
BalasHapusBtw jadi ikutan galfok sama cerita kipas haha. Apa pun itu, semoga dapat ganti rezeki di tempat kerja lain ya mba
BalasHapusKalau galfok memang bikin jadi siwer ya.. kayak yang mendadak konsentrasi hilang dan gak bisa jawab yang proper dari pihak interviewer. Padahal Jawaban dari pertanyaan yang terbilang mudah.
BalasHapuscoba next interview tawarin perusahaannya pakai gensetnya yang ada di artikel pak Bambang deh, dijamin interview selanjutnya terang benderang gak perlu galfok gara gara kipas kertas, hahaha. interview emang mengandung banyak cerita ya. saya pernah tuh interview terkesan meyakinkan seakan saya yakin bakal keterima, ternyata ya zonk! hihihi tapi gak pake acara mati lampu juga sih
BalasHapushaha. seru mbaa ceritanya. tapi aku baru tau kalo ada kantor yang bisa mati lampu. :D
BalasHapusbtw, tetap semangat ya mbaa. insyaallah ada rezeki yang lain. aamiin.
Waduh habis baca ini campur-aduk rasanya. Di satu sisi pengen ketawa. Tapi di sisi lain juga agak kecewa. Kalau di sana tidak ada genset ya gimana cjaga profesionalitas? Pegawai dilarang telat dan dituntut kudu profesional tapi perusahaannnya kayak gitu.
BalasHapusPengen ketawa karena ngebayangin adegan kipas-kipas, kayak di adegan film2 buatan Tiongkok.
Semoga dimudahkan terus ya Kak.